Jejak Sejarah Perjuangan di Makassar (3)

0
1011
Foto. Penulis saat di Kawasan benteng Somba Opu

Oleh :Andi Ar Evrai

PENASATU.COM, MAKASSAR-Benteng Somba Opu merupakan salah satu bukti kebesaran kerajaan Gowa yang pada masa jayanya, wilayah kekuasaannya meliputi Sulawesi,Kalimantan Timur,Kinibalu,sebagian Philipina,Maluku,Nusa Tenggara,Australia bagian Utara.Karena luasnya wilayah kekuasan inilah menjadikan Kerajaan Gowa yang paling maju di Indonesia Timur saat itu.

Benteng Somba Opu ini dibangun mulai abad ke 15, karena lamanya pembangunan akhirnya selesai dibangun dalam tiga kali pergantian raja.

Baru saat Gowa dipimpin oleh Sultan Hasanuddin, pembangunan benteng benar-benar tuntas.

Benteng tersebut berdiri diatas lahan 11 hektar lebih, dikelilingi oleh tembok tebal dan tinggi berbahan batu bata dan tanah adukan sangat susah untuk ditembus oleh musuh kalau menggunakan senjata tradisional seperti panah maupun senjata tajam.

Di dalam benteng inilah berdiri istana raja,pemukiman kaum bangsawan, pusat pemerintahan.

Sedangkan diluar tembok benteng berdiri pemukiman masyarakat, pemukiman warga asing seperti warga Cina, Portugis, Spanyol,Inggris dan Denmark karena saat itu pelabuhan Gowa telah menjadi pusat perdagangan Nusantara bagian Timur.

Benteng Somba Opu ini berdiri di dekat laut lepas sehingga para prajurit Gowa pun bisa cepat mengetahui kalau ada musuh datang dari laut, sedangkan untuk bagian samping dan belakang ada sungai besar yang melindungi benteng ini dari serangan musuh lewat darat.

Jadi pertahanan benteng ini sangat kokoh dan kuat di masa itu, apalagi dengan adanya meriam di sekeliling benteng menambah kuat pertahanannya.

Di benteng inilah Sultan Hasanuddin menghabiskani hidupnya berjuang melawan Belanda.

Bertahun-tahun tentara Belanda menyerang benteng ini dengan sangat dahsyatnya tetapi selalu bisa dihalau oleh para prajurit Gowa.

Saat berada di sisa tembok benteng ini, saya membayangkan berada di ďalam pertempuran itu, dimana terlihat para prajurit Gowa dengan gagah perkasanya melawan serangan tentara Belanda, benteng ditembak terus oleh kapal-kapal Belanut menggunakan meriam sehingga kerusakan terjadi dimana-mana, tetapi para prajurit Gowa yang dipimpin oleh para Karaeng (panglima perang) pantang menyerah terus bertempur.

Akhirnya masa suram itu terjadilah, karena kondisi yang semakin terdesak akhirnya Sultan Hasanudďin sebagai raja GOWA menandatangani perjanjian damai dengan Belanda yang terkenal dengan perjanjian Bongayya karena dilakukan di daerah Bongayya.

Perjanjian inilah yang membuat banyak para Karaeng kecewa.

Saya bisa merasakan ďan membayangkan betapa kecewanya para Karaeng, yang tentunyà mereka pun tidak mungkin memberontak kepada raja Hasanuddin karena mereka sangat memuliakan sang raja.

Akhirnya para Karaeng yang merupakan anak-anak keturunan raja itu mengangkat tinggi-tinggi badik mereka dan bersumpah untuk terus melakukan perlawanan terhadap penjajah diluar wilayah Gowa.

Bergetar hati saya saat membayangkan sumpah badik oleh para Karaeng tersebut.

Maka para Karaeng yang telah bersumpah ini membawa pasukan mereka keluar dari Gowa untuk melanjutkan perlawanan.

Seperti Karaeng Galesong yang akhirnya berperang melawan Belanda di tanah Jawa.
Ada juga Karaeng yang membawa pasukannya ke Kalimantan dan bergabung dengan raja Kalimantan.
Lalu aďa yang pergi berlayar membawa pasukan dan pengikutnya ke Nusantenggara dan membangun pemukiman baru disana.

Selain itu ada juga beberapa rombongan Karaeng ini yang berlayar ke Sumatera dan diterima oleh raja siak sebagai petinggi kerajaan,nah dari Siak ini ada yang melanjutkan ke pedalaman dan bergabung dengan kerajaan Pagaruyung.

Sedangkan rombongan yang lain tetap melanjutkan pelayarannya ke arah Utara dan berlabuh di Kesultanan Johor Malaysia dan mereka diangkat menjadi panglima perang disana.

Saat saya berkunjung ke museum sejarah di Malaka, cerita tentang perlawanan para Karaeng panglima perang Bugis Makassar terhazap penjajah ini tertulis di dinding-dinding museum.bahkan jejak rombongan ini pun aďa di Singapura dimana mereka membuat perkampungan Bugis yang sekarang Bernama Bugis Junction.

Setelah perjanjian Bongaya tersebut dan perginya para Karaeng dan pasukannya, maka kekuatan Gowa pun semakin melemah dan berada di bawah kekuasaan Belanda.

Àkhirnya paďa tahUn 1670 Sultan Hasanuddin yang bernama lengkap I Malombasi Daeng Mattawang yang biasa dipanggil Sombayya oleh pengikutnya meninggal dunia di usia 41th, masih muda.

Setelah era Hasnuddin, kerajaan Gowa pun mulai mundur kàrena sudah dibawah kekuasan Belanda.

Kini sisa- sisa kemegahan kerajaan Gowa hanya berupa tembok-tembok benteng yang sudah hancur dimana-mana.
Siapa sangka di tempat yang banyak belukar dan sebagian masih berupa hutan berdiri pusat kerajaan Gowa yang begitu masyhur dan maju sampai ke sentero dunia…??

Yang sayangnya pemerintah setempat kurang bisa mempromosikan kawasan bekas benteng Somba Opu ini dengan baik supaya bisa menjadi wisata sejarah kota tua seperti Malaka dimana ribuan turis asing datang berkunjung ke Malaka setiap harinya hanya ingin melihat bukti sejarah.

Setelah seharian berada di benteng Somba Opu saya pun meninggalkan kawasan ini yang merupakan sebuah saksi pernah adanya peradaban maju disini.(*)

Editor:Pena1

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here