Syukri Wahid Ketua Pansus DPRD kota Balikpapan
PENASATU.COM, BALIKPAPAN – Panitia Khusus (Pansus) pengawasan anggaran covid-19 DPRD Balikpapan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Tim Gugus Tugas Covid-19, dihadiri langsung Ketua Gugus Tugas Covid-19 HM Rizal Effendi SE, Sekretaris Daerah (Sekda) Balikpapan dan sejumlah Oraganisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait.
Beberapa pertanyaan dilontarkan anggota pansus yang hadir, seperti Aminuddin yang menanyakan terkait harga alat rapid test sejak awal covid-19 yang begitu mahal dibandingkan dengan harga yang sekarang.
Bahkan mahalnya tarif untuk melakukan test swab sehingga ketika masyarakat yang melakukan rapid test, kemudian mendapati hasil reaktif, masyarakat enggan untuk melanjutkan test swab mengingat tarifnya yang begitu mahal.
Selain itu, H Haris juga mengkritik kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah Kota (Pemkot) Balikpapan yang memberlakukan pembatasan jam malam hingga pukul 22.00 Wita, sehingga berdampak pada perekonomian pedagang kecil yang memang berdagang di malam hari.
Terkait adanya penambahan anggaran terkait penangan covid-19, Ketua Pansus DPRD Balikpapan Syukri Wahid menuturkan penambahan tersebut tidak bermasalah bagi DPRD selagi penggunaan dan pertanggung jawabannya jelas.
“Prinsipnya DPRD sifatnya transparansi, selama anggaran yang diajukan tepat sasaran dan terpenting pertanggung jawabannya,” tegas Syukri.
Saat ini Syukri telah mengantongi laporan penggunaan anggaran covid-19 baik yang tahap pertama, kedua dan yang ketiga serta tambahan 50 miliar. Jika ditotal keseluruhan penggunaan anggaran covid-19 saat ini dari 136 miliar ditambah 50 miliar yang diajukan di APBD Perubahan semuanya hampir 200 miliar.
Dari anggaran tersebut diharapkan bisa mencukupi penanganan covid-19 hingga bulan Desember mendatang.
Syukri menambahkan, angka 200 miliar dalam penangan covid-19 di Balikpapan masih tergolong kecil dibandingkan daerah lain.
Terlebih, Syukri juga mendukung adanya penambahan anggaran swab hingga mencapai 10 miliar, pasalnya untuk anggaran swab yang ada dipastikan kurang, sehingga tidak bisa mengcover ketika nantinya ada lonjakan kasus.
Dari 50 miliar tersebut termasuk untuk jaring pengaman sosial, dan saat ini masih belum ditentukan apakah nanti penerima bantuan tersebut orangnya sama tapi volumenya yang dikecilkan. Atau penerima yang ada akan disortir lagi, sehingga volume untuk penerimaannya besar.
“Semua itu menjadi dilematis, bahkan ada wacana dari teman-teman dipansus JPS tersebut ditiadakan. Namun itu merupakan pendapat yang diberikan oleh anggota pansus, yang terpenting anggaran untuk penambahan JPS itu sudah tersedia,” urainya.*
Wartawan : Riel Bagas
Editor : Penasatu.com