Penasatu.com, Balikpapan – Rancangan Undang- Undang (RUU) Omnibuslaw Ketenagakerjaan hingga saat ini masih mendapat penolakan dari berbagai Serikat Buruh yang ada di Indonesia dan tak terkecuali di Kalimantan Timur.
Seperti diutarakan Sultan, Sekertaris Serikat Buruh Sejahtera Indonesia 1992 (SBSI) Kalimantan Timur mengatakan, hingga saat ini pun hampir seluruh serikat buruh dari pusat hingga ke tingkat daerah sepakat menolak dengan tegas rancangan UU Omnibuslaw ketenagakerjaan.
“Sikap arogansi pemerintah dan DPR RI sudah tidak berpihak lagi pada masyarakat terutama para pekerja buruh di Indonesia. Saya mengikuti perkembangan tadi malam, memang ada dua fraksi yang secara tegas menolak yaitu Fraksi Demokrat dan PKS, fraksi Demokrat dengan uraian secara detail pasal-pasal yang merugikan pekerja buruh dan terkait lingkungan hidup dan lain-lain. Memang seharusnya seperti itu kalau masih ada rasa keberpihakan kepada masyarakat,” ujar Sultan saat dikonfirmasi via whatsapp pribadinya, Senin (05/10/2020).
Sultan juga menegaskan, berdasarkan hasil survey bahwa yang menghambat investasi bukan karena faktor pekerja melainkan faktor perizinan yang cendrung dipersulit.
“Bukan satu-satu nya pekerja buruh sebagai penghambat investasi, yang paling dominan menghambat investasi justru pada korupsi. Kita lihat sekarang paling banyak korupsi ya oleh pejabat pemerintah dengan anggota DPR,” bebernya.
Selama ini terdapat beberapa fasilitas dan kemudahan yang didapat oleh pekerja salah satunya kontrak-kontrak kerja yang tidak terbatas.
“Nah sekarang sudah tidak terkontrol lagi tenaga asing yang datang di Indonesia. Itu yang terutama,” paparnya.
Lebih lanjut, Sultan mengharapkan kepada pemerintah maupun DPR RI agar menerapkan perbaikan sistem.
“Kita ingin perbaikan, tapi perbaikan mana. Kalau perbaikan dalam kesejahteraan yang lebih baik ya monggo. Tapi ini tidak mau didiskusikan dengan pihak buruh. Pembahasan justru dilakukan orang-orang yang tidak punya kepentingan yang diajak,” pungkasnya.
Sementara perwakilan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KBSI), Samsul mengatakan hal yang sama yakni bahwa klaster untuk ketenagakerjaan tidak layak untuk disahkan.
“Sebenarnya kita kalau membaca omnibuslaw itu hampir semua poin itu tidak lagi mengakomodir kepentingan buruh lebih pada kepentingan pemodal. Kita tidak bisa lagi poin mana, karena secara umum klaster ketenagakerjaan tidak ada perlindungan buruh itu sangat kecil,”
Pihaknya sudah pesimis berharap pada parlemen karena sebagaian besar perlemen diisi oleh koalisi pemerintah.
“Maka pilihannya adalah melalui tekanan massa. Tidak bisa mengharapkan mereka, kepada fraksi yang bersebrangan dengan pemerintah karena ujung-ujungnya voting pasti kalah, karena memang kalah jumlah tetapi tekanan massa tetap dipilih oleh teman-teman terlepas bahwa hambatan dari pemerintah atau perlawanan, kami menghadapi kendala itu hal lain tetapi klaster itu harus ditolak,” pungkasnya.
Untuk diketahui sebelumnya pada rapat pembahasan RUU Omnubuslaw Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi PKS di DPR RI secara tegas menolak adanya RUU Cipta Kerja atau Omnibus Law. Ada beberapa alasan Demokrat menolak diundangkannya Omnibus Law antara lain RUU Cipta Kerja tidak memiliki nilai urgensi dan kegentingan yang memaksa di tengah krisis pandemi Covid-19.
Ketimbang melakukan perumusan dan pembahasan RUU Cipta Kerja, Partai Demokrat meminta prioritas utama negara harus diorientasikan pada upaya penanganan pandemi. Khususnya menyelamatkan jiwa manusia, memutus mata rantai penyebaran Covid-19 serta memulihkan ekonomi rakyat.
Tak hanya itu, bagi Partai yang dikomandani AHY ini pembahasan RUU Cipta Kerja tidak banyak melibatkan elemen masyarakat, pekerja dan jaringan civil society yang akan menjaga ekosistem ekonomi dan keseimbangan relasi tripartit antara pengusaha, pekerja dan pemerintah. RUU ini juga berpotensi memberangus hak-hak buruh di tanah air. Demokrat menilai RUU ini menggeser semangat Pancasila karena mendorong ekonomi menjadi kapitalistik dan neoliberalisme.
Wartawan: Nurdin
Editor :penasatu