Reporter : Alfonsius Andi.
Penasatu.com-Manggarai Barat.NTT- Upaya proses hukum atas sengketa proses penetapan paslon oleh KPUD Manggarai Barat telah selesai di Mahkamah Agung. Putusanpun telah sama-sama kita ketahui. Gugatan penggugat atau pemohon di tolak kasasinya di Mahkamah Agung.
Hal ini berarti perdebatan tentang sengketa proses penetapan paslon pada Pilkada Manggarai Barat 2020 telah berakhir. Dan yang mengakhirinya adalah Putusan Kasasi MA tertanggal 9 November 2020.
Pada saat Konferensi pers, Jum’at (13/11/2020) kepada media penasatu advokat Asis Deornay, S.H, mengatakan berkaitan dengan putusan Mahkamah Agung (MA), ada beberapa point terkait tanggapannya terhadap putusan ditolaknya Kasasi oleh Mahkamah Agung.
“Yang pertama, putusan Kasasi ini adalah putusan hukum yang sifatnya Final dan Mengikat. Karena sifatnya demikian, maka tidak ada upaya hukum lanjutan lagi atas perkara proses penetapan KPUD Manggarai Barat ini .
“Yang kedua, sikap saya terkait putusan ini adalah menghormati putusan hukum ini. Sejak awal saya konsisten, apapun keputusannya nanti, sebagai warga negara yang taat asas dan paham proses hukum, sikap yang elegan adalah “menghormati”.Hal ini mesti kita lakukan agar menjadi contoh yang baik bagi pilkada berikutnya dan/atau masyarakat pada umumnya. Negara kita adalah negara hukum, apapun keputusannya wajib kita hormati.
“Yang ketiga, tentang apakah putusan ditolaknya kasasi ini, dari sisi penegakan hukum murni, sebagai advokat apakah saya bisa menerimanya? Nah, ini soal cara kita memandang atau menilainya. Bisa subyektif atau relatif dalam menilainya. Sayapun yakin, masyarakat Manggarai Barat punya cara menilaipun pasti berbeda-beda. Pasti ada perasaan kecewa atau tidak puas.
Dampaknya tentu ada, fakta ini tentu terjadi pada level pemilih Manggarai Barat, dan juga kami yang selama ini getol memperjuangkan penegakan hukum di Manggarai Barat ini.
Pada point ini, jelas lahir sikap dan penilain kritis dari orang perorang.
Yang keempat; bagi saya, ukuran kebenaran tertinggi adalah apa yg tertulis pada undang-undang itulah hukum yang benar. Siapa bilang Hakim paling benar? Atau tidak pernah salah?
“Yang Kelima atau terakhir; saya mengajak semua masyarakat yang mendukung perjuangan kami, agar sama-sama menunjukkan sikap ketaatan dan penghormatan kita terhadap putusan kasasi MA.
Mentaati atau menghormati itu bukan berarti kita bersalah. Kita patut bersyukur bahwa fungsi kontrol kita sebagai warga negara yang paham hukum berjalan dengan baik di Manggarai Barat ini. Apa yang kita lakukan ini merupakan preseden yang baik untuk penyelenggara dan yang lainnya. Agar mereka tidak boleh semena-mena mempermainkan aturan atau hukum untuk kepentingan kelompok tertentu.
Pada tempat yang sama,Silvester Joni, sebagai Pengamat Politik Hukum menyampaikan, Pertama, apresiasi terhadap paslon Misi dan Plasidus Asis De Ornay dkk yang tak kehabisan ‘energi kritis’ dalam memperjuangkan substansi kebenaran hukum.
Kedua, publik menunggu konsistensi Paslon Misi dan kelompok masyarakat sipil dalam menyikapi putusan kasasi MA.
Ketiga, dengan itu kita bisa menilai intensi dan motivasi para penggugat dalam ‘perkara hukum’ ini. Jika berhenti di tingkat MA, maka patut diduga perjuangan sebelumnya belepotan dengan interes politik.
Keempat, karena itu mesti mengambil langkah hukum seperti uji materi di MK atau mendesak DPR (komisi III) untuk mengkaji ulang bunyi undang-undang Pilkada yg masih multitafsir.
Kelima, tujuan perjuangan itu tentu bukan untuk kepentingan politik Pilkada, tetapi demi dan atas nama penegakan roh kebenaran dalam hukum itu sendiri.
Pada tempat yang sama Muhamad Tony,SH, menjelaskan “Asas adalah dasar atau sesuatu yang dijadikan tumpuan berpikir, berpendapat dan bertindak dalam penerapan peraturan perundan-undangan”
Dan oleh karena asas merupakan tumpuan dalam pembentuk peraturan perundang-undangan, maka pun dalam penerapanya semestinya asas itulah sebagai dasar atau sesuatu yang dijadikan tumpuan dalam penerapanya.
Maka dalam sengketa persyaratan pencalonan Bupati dan Wakil Bupati sebagaimana yg diamanatkan oleh UU No 10 tahun 2016 kami amggap Penyelenggara ( KPUD MABAR) gagal dalam penerapanya karena UU tersebut dianggap dikesampingankan dalam penerapanya khusus pasal 7 Ayat 2 poin i tentang perbuatan tercela yg yg mana satu kesatuan dalam pensfsiranya.
Padahal kata asas adalah prinisip yang berarti kebenaran yang menjadi pokok dasar dalam berpikir, berpendapat dan bertindak dalam penerapan perarutan perund- undangan dinegara kesatuan Repoblik Indonesia yg kita cintai ini.
Dan sebagai bentuk respek sebagai masyarakat yg peduli/ civil Society Khusus bidang Hukum ada beberapa hal yg perlu kami soroti dalam penerapan peraturan undang- undangan khusus dalam penyelenggaraan Pemilukada ( UU No 10 tahun 2016 dan peraturan pelaksana dibawahnya/PKPU), dimana ada tumpang tindi dan atau ada pelanggaran asas yg sy maksud diatas yaitu Asas “Lex superior derogat legi inferior adalah asas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa hukum yang tinggi (lex superior) mengesampingkan hukum yang rendah (lex inferior).
Tentu kita adalah masyarakat yg taat asas artinya yg kita persoal bukan soal putusan MA akan tetapi ini ada preseden buruk dalam penerapan hukum kedepannya.
Pada tempat yang sama,Berbeda dengan pendapat Jon Kadis, S.H, Ketua Forum Pemantau Demokrasi dan Penegakan Hukum.
Baginya proses atau putusan Kasasi dari Mahkamah Agung adalah sebuah “Catatan Hitam” penegakan hukum di Indonesia. Kasus ini akan menjadi Jurisprudensi bagi yang lainnya. Mereka menampar mukanya sendiri.
“Saya dan Asis Deornay, S.H tentu tetap mengkawal jalannya proses pilkada ini sampai dengan tanggal 9 desember 2020.
Yang mencoba manipulasi, mencoba mencuri suara, mencoba bagi-bagi uang, yang pasti akan berhadapan dengan hukum. Kita siap memproses siapapun yang.melanggar hukum”
Diharapkan masyarakat harus berani melaporkan kepada petugas atau kepada kami. Jangan takut…
“Salus Populi Supranus Lex Esto” ( Kedaulatan rakyat adalah hukum tertinggi)