Minta keadilan, Toni bin M Sidin (Kanan) bersama penasehat hukum Rohkman Wahyudi, SH, Ketua Bidak Dayak Kalimantan Edy Mangkin dan Nurdin.
Balikpapan,Penasatu.com – Merasa tidak mendapatkan keadilan, akhirnya Toni bin M Sidin melaporkan oknum anggota Kepolisian Polres Kutim di Propam Polda Kaltim Balikpapan, lantaran adanya dugaan yang dibangun oleh saudara Rando.L.Kaunang yang bekerja sama dengan aparat penegak hukum (Kepolisian) untuk melakukan tindakan kriminalisasi terhadap dirinya.
Toni merupakan warga dari Desa Kadungan Jaya, Kecamatan Kaubun, Kabupaten Kutai Timur. Mengaku telah melaporkan oknum Kepolisian Polres Kutim, Rabu (5/2/20) di propam Polda Kaltim, Balikpapan lantaran merasa dirinya tidak mendapatkan keadilan.
Seperti diugkapkan langsung oleh Toni seusai dirinya melapor di Propam Polda Kaltim, Jl Syarifudin Yoes No.99 Sepinggan, Balikpapan kepada media ini, Rabu (5/2).
“Saya terpaksa melaporkan kejadian tersebut dengan alasan adanya praktik “mafia hukum” yang dibangun oleh saudara Rando bekerja sama dengan aparat penegak hukum, untuk mempidanakan saya,”tutur Toni
Adapun kronologis kejadian tersebut berawal ketika Toni M Sidin mendirikan 3 bangunan diatas tanah kosong yang awalnya lahan tersebut adalah berupa hutan.
“jadi tidak ada tanda-tanda bahwa lahan tersebut pernah dikuasai atau ditanami orang lain,” terang Toni.
Karena sebelum mendirikan bangunan, saya bertanya kepada tokoh adat, masyarakat, bahkan kepala desa kadungan jaya, apakah lahan tersebut ada yang memiliki? karena di jawab tidak ada, maka saya meminta ijin untuk mendirikan bangunan dilahan tersebut, terangnya.
Lalu, kemudian datang saudara Rando mengaku bahwa tanah tersebut adalah miliknya. Yang didapat dari saudara Jarwo, kemudian saudara Rando ketika ditanya apakah punya bukti kepemilikan atas tanah tersebut, di jawab Rando dalam kronologis tersebut “tidak ada”.
Singkat cerita, saya dilaporkan oleh saudara Randol ke Polres Kutim dengan tuduhan melakukan tindak pidana memakai tanah tanpa ijin yang berhak atau kuasanya yang sah.
Sehingga saya diperiksa oleh penyidik Polres Kutim, dan berkas saya dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Sangatta, pada tanggal 9 Desember 2019 lalu. Sayapun disidang dan dinyatakan bersalah oleh hakim, padahal pelapor hanya menyertakan barang bukti berupa:
1.satu lembar foto dokumentasi bangunan semi permanen sebanyak 3 unit.
2.satu lembar surat akta ganti rugi lahan dengan nomor, 592.13/ 254/15.2006/SK- /VII/ 2016 TANGGAL 04 AGUSTUS 2016 atas nama. Dr Ika Daivina Ratag yang ditandatangani oleh kepala Desa Pengadan Baru, Rahman dan di leges sesuai aslinya.
3.surat perjanjian pihak 1 (Jarwo) Dengan pihak ke II (Dr.Ika Daivina) tanggal 6 Agustus 2016 perihal jual beli lahan senilai Rp.12.000.000 (dua belas juta rupiah) yang dileges sesuai dengan aslinya.
“Seharusnya pihak kepolisian polres Kutim tidak menerima laporan saudara Rando tersebut, karena pelapor saudara Rando tidak memiliki alas hak atas tanah atau bukti kepemilikan berupa sertifikat dari tanah tersebut, bahwa tuduhan tindak pidana kepada saya (Toni bin M Sidin) berdasarkan pasal (6) ayat (1) huruf (A) UURI no.51 PRP tahun 1960 tentang “larangan pemakaian tanah tanpa ijin yang berhak atau kuasanya” itu tidak benar dan tidak berlandaskan hukum. Bahwa fakta hukum selanjutnya adalah objek tanah tersebut bukan masuk wilayah Desa Pengadan baru, tetapi masuk wilayah Desa Kadungan jaya.
“jadi disini pihak kepolisian sangat tidak cermat menerima dan memeriksa laporan dari saudara Rando dan perlu diketahui juga bahwa, jika sengketa tanah seharusnya masuk di dalam hukum perdata bukan hukum pidana,”bebernya.
Dengan berdasarkan uraian singkat diatas (kronologis) sangat beralasan jika saya (Toni bin M Sidin) merupakan korban dari “praktik mafia hukum” yang dibangun oleh pelapor yang bekerjasama dengan oknum aparat penegak hukum (kepolisian) untuk melakukan tindakan kriminalisasi hukum.
sementara itu Rohkman Wahyudi kuasa hukum Toni bin M Sidin angkat bicara saat mendampingi di kantor Polda kaltim sebagaimana dirinya mengungkapkan, bahwa saudara Toni ini dilaporkan oleh pelapor terkait penguasaan tanah tanpa ijin. Dan dilaporkan ke Polres Kutim setelah diproses lalu disidangkan.
Yang saya sesalkan, lanjut Rohkman, kenapa Kepolisian tidak jeli menerima laporan Rando. Karena Yang dituduhkan adalah UU No 5 tahun 1960 yaitu UU pokok agraria pasal 6 ayat 1hurup (A) tahun 1960 yang untuk kepemilikan adalah sertifikat.
Sedangkan pelapor tidak mempunyai sertifikat atau alas hak, hanya berdasarkan kwitansi dan akte jual beli yang dibuat oleh Desa. Dan objek yang dilaporkan juga tidak sesuai karena beda desa.
Terkait laporan ini, pihaknya hanya meminta keadilan sehingga kedepannya tidak ada lagi upaya upaya kriminalisasi terhadap masyarakat buta hukum, atau yang dikenal dengan orang patah pensil.
“Seharusnya sebagai penegak hukum, harus berlaku adil, netral dan profosional dalam penegakan hukum, tutup Rohkman.
Selain kepada Presiden RI surat laporan ini juga ditembuskan pada Kapolri, Kompolnas, ketua Komisi III DPR RI dan Komnas Ham.*
Wartawan : Soihin/Nurdin
editor : eds/penasatu.com