Penulis : Jon Kadis,SH
Manggarai Barat, Penasatu.com – Diskresi merupakan kewenangan yang luas atau dapat juga disebut dengan kebebasan untuk bertindak. Konsep diskresi adalah konsep tentang kekuasaan, dalam hal ini adalah kekuasaan pemerintah dalam arti sempit (bestuur).
Diskresi sebagai konsep kekuasaan adalah kekuatan dalam pengertian spesifik, tidak dalam pengertian rutin. Kekuasaan diskresi disini adalah kebebasan bertindak pemerintah. Kebebasan disini memiliki pengertian yang netral, yaitu menggambarkan adanya suatu kekuasaan memilih berbagai tindakan (copas Yusril Munaf, Mahasiswa Pasca Sarjana Univ.Riau)
Berdasarkan rumusan Diskresi menurut Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan tersebut di atas, maka ruang lingkupnya berada dalam ranah penyelenggaraan negara khususnya pemerintahan. Diskresi yang dimaksud ialah dalam ranah penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum khususnya aparat Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana diatur dengan Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Menurut Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 disebutkan bahwa “Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan 14 di bidang proses pidana, Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab”. Ketentuan ini mengandung arti luasnya kewenangan aparat Polri oleh karena istilah “tindakan lain” mengandung makna atau arti yang lebih luas, sedangkan di dalam sistem hukum Indonesia sebagai suatu Negara Hukum, prinsip-prinsip Negara Hukum membatasi tindakan sewenang-wenang (abuse of power), karena tidak hanya melanggar hukum melainkan juga melanggar prinsip-prinsip hak asasi manusia ( copas Lex Administratum, Vol. III/No. 8/Okt/2015, Mursyid Hilala )
*Penegakan hukum atau Intimidasi (baca : abuse of power)?
Masyarakat, pada umumnya pihak yg terkena tindakan diskresi kadang memandang secara sepihak. Apalagi ketika ia tidak menyadari bahwa perbuatannya anarkis, main hakim sendiri atau perbuatannya mengundang anarkis massa. Oleh karena itu, dalam pembelaan dirinya ia menggunakan alasan pembelaan “abuse of power (tindakan se-wenang) para petugas, sehingga perlakuan oknum petugas negara pada dirinya dilihat sebagai pelanggaran hak azasi manusia (HAM).
Pada zaman now di Indonesia, alasan HAM itu getol dikumandangkan oleh kaum radikal yg anti pemerintah, polri, tni. Menurut saya, kelompok radikal ini separatis, tindakannya tidak menunjukkan sebagai negarawan di NKRI.
Maka kesimpulan di bagian ini adalah : tindakan “diskresi polri” atas kasus pidana dalam tahap proses pidana, atau mediasi, adalah justru sebagai penegakan hukum, bukan sebaliknya.
*Kasus Kraeng Yosep – Polri TNI kecamatan Ndoso, Mabar, NTT
Plasidus Asis Deornay, SH, Ketua Komunitas Komodo Lawyers club menulis di akun facebooknya, sbb ( saya copas sebagian):
“Sejak awal saya mengamati saja polemik dari kasus penganiyaan seseorang yang diduga telah dianiaya oleh oknum Polres Mabar dan seorang oknum tentara. Dari kasus tersebut saya menemukan benang merahnya. Bahwa yang terjadi sesungguhnya bukan penganiyaan. Tetapi korban melakukan perlawanan saat polisi dan tentara hendak mengamankannya.
Awal dari kasus ini, korban melakukan pemukulan terhadap seorang anak karena membunyikan mesin motornya sangat keras di depan rumahnya. Akibat dari peristiwa itu pelaku melarikan diri. Pada saat yang sama keluarga dari seorang anak yang dianiaya itu mencari pelaku. Polisi dan tentara yang mengetahui peristiwa itu langsung bergerak mencari pelaku untuk diamankan dengan maksud agar tidak dihakimi massa.
Pelaku diketahui bersembunyi di kebun miliknya. Saat hendak diamankan pelaku justru tidak terima untuk diamankan. Pelaku kemudian melakukan perlawanan kepada petugas. Disaat itulah petugas mengambil tindakan tegas untuk kemudian digiring ke Polsek terdekat. Rujukan pendapat hukumnya, selain UU, adalah pada hukum teknis dalam Pasal 45 Perkapolri No.8/2009 “.
Kesimpulan di bagian ini : tindakan polri yg dibantu TNI tsb adalah diskresi, penegakkan hukum.
*PMKRI Ruteng vs Polri – TNI di NTT : missunderstanding !
Saya amati kasus ini sejak awal. Dalam berita-berita publik media online disebutkan oleh Ketua Presidium PMKRI Ruteng, a.l. : oknum Polri – TNI melakukan penganiayaan, intimidasi, dan yang ini yang lebihnya, bahwa Polri-TNI NTT melakukan pembohongan publik.Dari berita pula saya baca bahwa Ketua PMKRI Ruteng telah meminta maaf melalui video yang disebarkan ke publik. Itu atas saran Kapolres Mabar di ruang kerjanya dalam pertemuan di Labuan Bajo. Ada juga pastor di ruangan itu. Dan setelah video diviralkan, mutar-mutar lagi, bahwa pembuatan video tersebut karena intimidasi Polres Mabar. Ah !
Saya semasih mahasiswa Hukum Universitas Udayana di Bali, selain menjadi anggota senat mahasiswa di kampus, adalah juga sebagai anggota dan pernah sebagai Ketua satu periode PMKRI. Waktu itu zaman Presiden Soeharto. Setelah tamat, saya tergabung dalam Forkoma PMRI ( Forum Komunikasi Alumni).
Di Bali, saya wakil dari Ketua Prof.Dr.Yohanes Usfunan SH, guru besar di Universitas Udayana saat ini. Kini saya berdomisili di Labuan Bajo, masuk juga sebagai anggota Forkoma Mabar. Betapa saya bangga dengan organisasi ini termasuk dalam satu kesatuan dengan Kelompok Cipayung, gabungan organisasi-organisasi mahasiswa di luar kampus seluruh Indonesia.
Dalam organisasi ini para mahasiswa dikaderkan untuk menjadi negarawan, konseptor, yang berguna bagi kelangsungan negara.Para politisi keren sekarang ini di Jakarta, termasuk beberapa mentri, kebanyakan output dari kaderan ini. Sumbangan pemikiran kelompok ini amat berguna bagi continuitas NKRI yg berdasarkan falsafah Pancasila ini.
Kesimpulan di bagian ini : Berdasarkan itu saya berpendapat bahwa cara pandang PMKRI Ruteng yang sebagian besar Mahasiswa Universitas St.Paulus Ruteng itu, missunderstanding terhadap tugas-tugas negarawan pemerintah, cq. Polri – TNI.
Saya membaca saran Polres Mabar untuk menyampaikan ucapan maaf via video itu adalah tindakan berwibawa kepada mitra bangsa dalam rangka bersama-sama menjaga keutuhan bangsa.
*Sebagai anggota alumni “PMKRI dan senior, saya menghimbau adik-adik PMKRI supaya tidak ada lagi muter-muter debat di benang kusut. Masalah ini sudah selesai dan Saya mengucap terimakasih atas usaha Polres Mabar – TNI dan respond positif masyarakat dan rohaniwan.
Polisi – TNI sahabat dan mitra kita dalam berbangsa NKRI yang berdasarkan falsafah Pancasila ini.
Salam NKRI, Ketua Forum Demokrasi dan Penegakan Hukum, Mantan Ketua PMKRI Cabang Bali,dan Anggota Comodo Lawyers Club, (Jon Kadis, SH)
Labuan Bajo, 31 Maret 2021