Penasatu.com, Balikpapan– Petaka patahnya jaringan pipa minyak milik Pertamina di perairan Teluk Balikpapan pada 31 Maret 2018 lalu, hanya nakhoda MV Ever Judger Zhang Deyi saja yang diproses secara hukum dan divonis bersalah.
Hal ini membuat Jaringan Advokat Lingkungan Hidup (JAL) yang merupakan bagian dari Koalisi Masyarakat Peduli Tumpahan Minyak (KOMPAK) Teluk Balikpapan menilai penegakan hukum hingga saat ini belum maksimal. Seperti dilansir dari berbagai pemberitaan di media arus utama, Hakim Pengadilan Negeri Balikpapan memberikan vonis Zhang Deyi 10 tahun penjara dan denda 15 miliar atau bila tidak bisa membayar hukuman ditambah satu tahun penjara.
Menurut Majelis Hakim, Zhang Deyi terbukti melakukan tindak pidana dan kerusakan lingkungan berdasarkan Pasal 98 ayat 1,2 dan 3 juncto pasal 99 ayat 1,2 dan 3 Undang-Udang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam putusan hakim, terdapat fakta bahwa baku mutu air laut berkurang seluas 39 ribu hektare dan 86 hektare hutan mangrove mengalami kerusakan.
“Kami berpendapat seharusnya kasus ini tidak diarahkan menjadi pertanggungjawaban individu saja, melainkan kepada pertanggungjawaban korporasi. Pertamina maupun perusahaan kapal MV Ever Judger merupakan korporasi yang dapat dimintakan pertanggungjawaban.
Berdasarkan pasal 88 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pertamina yang kegiatan usahanya menggunakan B3 dapat dimintakan pertanggungjawaban mutlak,” kata Direktur JAL Fathul Huda Wiyashadi kepada sejumlah pers, Kamis (14/3) di Sekretariat JAL, Jl. Rengganis Balikpapan Selatan.
Pun terhadap perusahaan kapal MV Ever Judger selain dapat dimintakan pertanggungjawaban secara perdata, harus dimintakan pertanggungjawaban pidana korporasi. Hal ini sesuai dengan Pasal 116 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dimana perusahaan kapal MV Ever Judger dapat dimintakan berdasarkan hubungan pekerjaan dengan nakhoda.
Terlepas dari penegakan hukum yang buruk, Pemerintah Pusat hingga Kabupaten/Kota juga terkesan tenang-tenang saja. Seperti merasa sudah melakukan hal yang maksimal terhadap kewajibannya atas tragedi tumpahan minyak. Terkait pelaksanaan sanksi administrasi yang diberikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan kepada Pertamina diantaranya membentuk early warning system (system peringatan dini) dan pemulihan lingkungan yang hingga kini juga tidak jelas pelaksanaannya, tidak seorangpun dari masyarakat umum yang mengetahui apakah telah dilaksanakan atau belum.
“Kami menegaskan kasus ini jangan berhenti sampai pada vonis nakhoda saja, harus berlanjut pada korporasi, setidaknya terhadap Pertamina dan perusahaan kapal MV Ever Judger,” tegas Fathul yang didampingi rekannya Ismail dan Husein.*BS/RIEL