Andreas Arinda, anggota Komisioner KPU Mahulu, Kepala Divisi SDM, Parmas dan Sosdiklih.
Reporter / Ichal penasatu
Ujoh Bilang, penasatu.com – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Mahakam Ulu (Mahulu) telah sukses menggelar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkad) yang merupakan sarana perwujudan demokrasi langsung di tingkat daerah. Masyarakat memiliki kesempatan secara langsung untuk memilih pemimpin di daerahnya, yang akan menentukan perikehidupan, kesejahteraan dan kemanfaatan bagi masyarakat.
Hal ini tidak lain merupakan buah dari semangat desentralisasi politik yang terwujud dalam skema otonomi daerah serta dijamin dalam Konstitusi.
“Karena merupakan sarana perwujudan kedaulatan masyarakat dengan memilih kepala daerah secara langsung, maka diandaikan bahwa keterlibatan masyarakat dalam proses maupun penentuan hasil (pemungutan suara) sangatlah besar. Hal ini didasari oleh anggapan bahwa kepala daerah yang terpilih akan menentukan kebijakan maupun praktek-praktek berbagai aspek ekonomi, sosial, politik, pendidikan, pengembangan kebudayaan dan lain sebagainya yang bersentuhan langsung dengan setiap warga/penduduk daerah tersebut, seperti terlaksananya jaminan kesehatan, jaring pengaman sosial bagi warga yang miskin, kualitas layanan dan biaya pendidikan, infrastruktur yang menunjang kegiatan ekonomi serta pertanian, dan lain sebagainya,” ujar Andreas Arinda, anggota Komisioner KPU Mahulu, Kepala Divisi SDM, Parmas Dan Sosdiklih kepada awak media melalui pres reales nya di KPU Mahulu, Minggu,(28/2/21).
Tambah Andreas Arinda, Akan tetapi sejak penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah secara serentak (Pilkada Serentak) yang dimulai sejak tahun 2015, pengandaian tingginya tingkat keterlibatan masyarakat dalam pemilihan ternyata tidak terjadi. Setidaknya hal tersebut dapat direfleksikan dari prosentease partisipasi pemilih yang mengalami pasang surut, meskipun secara nasional mencapai angka yang cukup tinggi (2015; 70%, 2017; 74,20% dan turun pada 2018; 73,24%). Asumsi bahwa pesta demokrasi di tingkat daerah ini niscaya diikuti oleh sebanyak mungkin masyarakat yang telah memiliki hak pilih justru menjadi hal yang harus diuji kembali dengan hal-hal empirik yang ada di tengah-tengah masyarakat itu sendiri. Penyelenggara pemilihan, peserta pemilihan maupun para pihak lain masih di rasa perlu untuk melakukan upaya tersendiri untuk menjaga agar tingkat keterlibatan masyarakat, setidaknya dengan menyalurkan hak pilihnya, tetap berada di level yang diinginkan, atau sebagaimana yang dicanangkan oleh KPU RI, yakni target nasional sebesar 77,5 %.
Demikian juga dengan tingkat partisipasi pemilih pada berbagai pemilihan di Kabupaten Mahakam Ulu. Semenjak berdiri sebagai kabupaten baru, tercatat sudah tiga kali pemilihan kepala daerah diselenggarakan yakni Pilbup 2015, Pilgub 2018, dan Pilbup 2020 yang baru saja terselenggara. Tingkat partisipasi pemilih pada ketiga pemilihan tersebut cenderung fluktuatif; 74,8%, 62,00% dan 75,4%. “katanya.
Menurut Andreas Arinda, Untuk mencapai target nasional 77,5%, KPU Mahulu sebagai penyelenggara merancang program sosialisasi dan pendidikan pemilih dengan investasi anggaran dan sumber daya manusia yang tidak sedikit. Meskipun parapihak diluar penyelenggara tentu juga memiliki peran dalam tingkat partisipasi pemilih. Akan tetapi, dalam tulisan ini, tetap diandaikan penyelenggara, dalam hal ini KPU di semua jenjang, memegang peran sentral dalam upaya menjaga partisipasi masyarakat dalam pemilihan sebagaimana diamanatkan dalam regulasi.”ucapnya
Lebih lanjutnya Andreas,Pada banyak teori politik, ditera bahwa demokrasi yang sehat, mensyaratkan partisipasi politik setiap masyarakat. Partisipasi politik, terwujud dalam banyak hal, diantaranya partisipasi dalam penyelenggaraan mekanisme demokrasi prosedural, yakni pemilihan umum (presiden, legislatif, maupun kepala daerah). Partisipasi dalam penyelenggaraan pemilihan dapat berupa partisipasi sebagai badan ad hoc penyelenggara (PPK, PPS dan KPPS), penyusunan peraturan/regulasi, pengawasan dan pemantauan serta pelaksanaan hak pilih saat hari pemungutan suara (Partisipasi Pemilih). Di luar partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan demokrasi prosedural, juga terdapat bentuk partisipasi politik melalui berbagai saluran/media yang ada, maupun berupa keadaan dimana masyarakat memungkinkan untuk memperoleh hak dasar, politik, sosial dan ekonomi (enabling conditions). Kedua bentuk partisipasi politik ini, apabila berkembang dengan baik, pada dasarnya merupakan wujud demokrasi substansial. “ungkapnya.
Masih katanya Andreas Arinda, Partisipasi pemilih dalam pemilihan menunjukan legitimasi sosiologis terhadap hasil pemilihan tersebut. Semakin tinggi tingkat partisipasi pemilih, menunjukan semakin legitimate hasil pemilihan, meskipun hal ini tidak pernah disyaratkan sebagai norma hukum yang menentukan sah atau tidaknya hasil pemilihan. Walaupun tidak ada rumus baku, akan tetapi secara ideal, tingkat partisipasi pemilih berjumlah lebih dari separuh pemilih yang terdaftar dalam daftar pemilih. Hal ini dengan pengandaian, jumlah peserta pemilihan yang lebih dari satu, maka tidak semua pemilih, pastinya akan memilih salah satu peserta pemilihan saja.
“Partisipasi pemilih dengan demikian tidak hanya menjadi salah satu indikator keberhasilan pemilihan, tetapi juga – bersama dengan tingkat rasionalitas pemilih – menjadi salah satu indikator kualitas demokrasi.
Menyadari tugas yang tidak ringan tersebut, dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Mahakam Ulu Tahun 2020 (Pilbup Mahulu 2020), Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Mahakam Ulu (KPU Mahulu) menyusun rancangan program-kegiatan sosialisasi dan pendidikan pemilih yang berdasar pada kondisi objektif, yakni kebutuhan pemilih/masyarakat terhadap informasi dan peningkatan pemahaman atas seluruh aspek penyelenggaraan. Sebagai baseline, digunakan tingkat partisipasi pemilih Pilbup 2015, Pilgub 2018 dan Pemilu Serentak 2019 tiap desa. Berdasar baseline ini, disusun asumsi gap informasi dan peningkatan pemahaman aspek penyelenggaraan pemilihan yang ada di tingkat desa. Baseline juga digunakan sebagai justifikasi dalam menyusun metode-metode sosdiklih. Analisis kebutuhan dan kerangka kegiatan secara sederhana ini yang menentukan kerangka program-kegiatan sosdiklih yang dilaksanakan oleh KPU Mahulu. Dengan hal ini, diharapkan sosdiklih, satu-satunya tahapan dimana penyelenggara dapat berkreasi sesuai dengan situasi masing-masing daerah, menjadi program yang evidence-based dan dapat diukur. Praktek ini mengeliminasi model penyusunan program-kegiatan sosdiklih yang selama ini mungkin lekat dengan kesan sasaran publisitas dan bombastis. “terangnya.
Mengikuti pembagian basis sasaran sosdiklih sebagaimana menjadi arahan KPU RI, program-kegiatan sosdiklih Pilbup Mahulu 2020 mengutamakan basis wilayah dan basis keluarga. Kedua basis ini dianggap mencakup seluruh segmen pemilih dalam masyarakat. Metode sosdiklih adalah forum tatap muka, serta maksimalisasi berbagai media audio visual baik cetak maupun elektronik, dalam maupun luar jaringan. Program utama adalah pertemuan tatap muka di tingkat desa (terdapat 50 desa di Mahakam Ulu) dan iklan layanan masyarakat (ILM) maupun bentuk informasi lain yang diproduksi dalam format media audio dan visual seperti poster, spanduk, leaflet, ILM di media massa cetak dan elektronik, dan media sosial resmi KPU Mahulu. Kedua program ini menyasar dua tipologi pemilih; yakni di desa-desa yang terpencar sepanjang Sungai Mahakam dan pemilih yang sudah terpapar oleh media internet di seputaran ibukota kabupaten. Disamping itu terdapat beberapa rancangan event populer sosdiklih seperti festival musik untuk “merawat” ingatan pemilih terhadap Pilbup. Sasaran sosdiklih adalah 26.544 pemilih dalam DPT Pilbup Mahulu, yang tersebar di 5 kecamatan.
Pandemi Covid-19 membawa pada pesimisme terhadap tingkat partisipasi pemilih Pilkada 2020. Banyak kalangan, tidak terkecuali di lingkup Mahakam Ulu beropini bahwa tingkat partisipasi pemilih pada gelaran demokrasi tingkat kabupaten tahun 2020 ini akan menurun, seiring dengan kekhawatiran penyebaran Covid-19 karena pelaksanaan berbagai kegiatan tahapan terutama saat pemungutan suara di TPS. Pandemi juga mengharuskan KPU Mahulu merancang ulang strategi sosialisasi dan pendidikan pemilih agar selaras dengan prosedur pencegahan penyebaran Covid-19, diantaranya menghilangkan event populer sosdiklih yang mengumpulkan banyak orang. Situasi Pandemi merupakan tantangan bagi penyesuaian program sosdiklih. Selain informasi teknis tahapan, sosdiklih juga harus menyuarakan dijaminnya keselamatan dan kesehatan masyarakat sepanjang gelaran Pilbup. Untuk itu, secara substansi, KPU Mahulu merumuskan tiga topik utama sosialisasi dan pendidikan pemilih yakni (i) informasi dan pengetahuan yang tepat, jelas dan mudah dipahami tentang hal-hal teknis dalam tahapan Pilbup yang melibatkan masyarakat, seperti pemutakhiran data pemilih, kampanye serta pemungutan dan penghitungan suara, (ii) informasi yang tepat, jelas dan mudah dipahami tentang dijaminnya keselamatan dan kesehatan masyarakat, sehingga tidak perlu khawatir secara berlebihan saat akan berpartisipasi dalam Pilbup, seperti misalnya prosedur pencegahan Covid-19 yang ketat saat pemungutan suara di TPS untuk memastikan pemilih tidak terpapar Covid-19 apabila datang ke TPS, (iii) informasi yang tepat, jelas dan mudah dipahami tentang pentingnya warga/pemilih untuk melaksanakan hak pilihnya, yakni bagi kelangsungan roda pemerintahan, yang pada akhirnya akan mewujudkan tujuan akhir dari demokrasi itu sendiri, yakni kesejahteraan masyarakat.
Pilkada Serentak 2020 di lingkup Provinsi Kalimantan Timur dilaksanakan di 9 kabupaten/kota. Berdasar penghitungan prosentase partisipasi pemilih oleh KPU, Kabupaten Mahakam Ulu menjadi kabupaten dengan tingkat partisipasi pemilih tertinggi, yakni 75,41%. Meskipun masih di bawah target nasional sebesar 77,5%, hal ini tetap menjadi salah satu capaian signifikan. Terutama jika dikontekskan dengan perspektif legitimasi sosiologis serta konteks Pandemi Covid-19. Setidaknya ini tidak hanya menjawab kekhawatiran banyak pihak, bahwa Pilbup Mahulu akan menjadi episentrum penyebaran Covid-19, tetapi lebih jauh lagi, berhasil menunjukan keberhasilan penyelenggara dalam merawat tingkat partisipasi pemilih.
Masih terdapat banyak tantangan bagi KPU Mahulu untuk mencapai target tingkat partisipasi pemilih pada setiap gelaran pemilihan. Penguatan sinergi parapihak dalam proses sosialisasi dan pendidikan pemilih, seperti dengan organisasi kemasyarakatan, akademisi, pemerintah daerah, media massa dan dengan partai politik merupakan salah satu agenda ke depan yang strategis untuk dilakukan. Sebagaimana menjadi pengetahuan bersama, pendidikan politik merupakan bagian dari fungsi partai politik dan juga parapihak lain sesuai dengan tupoksi yang dimiliki. Tidak kalah penting adalah upaya untuk mengukur dampak sosdiklih terhadap peningkatan partisipasi pemilih. Keberhasilan mengukur dampak, akan menjadi titik berangkat mengukur efektif tidaknya program-kegiatan sosdiklih yang dilaksanakan. Dengan demikian, untuk selanjutnya, proses sosdiklih tidak hanya menjadi proses organisasi yang evidence-based, tetapi juga dapat diklaim berdampak (impactful); tepat kegiatan, tepat topik, tepat sasaran dan tepat hasil, sehingga pada akhirnya akan berimbas pada peningkatan angka partisipasi pemilih.”tutup Andreas Arinda.*