Kasus Borneo 86 Sudah SP3, Suhardi: Meminta Mereka Klarifikasi Pernyataan di Media

0
558

H.Suhardi Hamka

Kahar Juli : Untuk konfirmasi dan permohonan maaf silahkan ke Kepolisian, bukan ke kami. Karena yang menetapkan tersangka adalah Polda Kaltim.

BALIKPAPAN, PENASATU.COM – Penetapan status tersangka terhadap H Suhardi Hamka selaku mantan Direktur Operasional PT Borneo Delapan Enam akhirnya dihentikan oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Kaltim.

H.Jamri bersama kuasa hukum Kahar Juli

Hal tersebut dibuktikan dengan adanya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dengan Nomor : B/1138/VIII/RES.1.14/2020/Ditreskrimum tertanggal 25 Agustus 2020.

Perlu diketahui, penetapan status tersangka yang di dapat oleh Suhardi Hamka berkat adanya laporan atas dugaan tindak pidana Penggelapan dalam jabatan di perusahaan yang dilakukan H Jamri selaku Direktur Utama PT Borneo Delapan Enam.

“Pertemuan kami hari ini bersama awak media untuk mengklarifikasi terkait dengan permasalah yang sedang berjalan antara saya dan H Jamri,” ujar Suhardi Hamka saat menggelar Jumpa Pers bersama awak media dikantornya, Jln Syarifudin Yoes, Balikpapan Selatan, Minggu (24/1/2021).

“Selain itu, jumpa pers hari ini untuk memenuhi rekomendasi dari Dewan Pers, dimana berita tentang saya juga telah terbit di sejumlah media massa, baik cetak maupun media online,” lanjutnya.

Menurut Suhardi, setelah dirinya mendapatkan surat SP3 dari Polda Kaltim, kemudian kuasa hukum dirinya melakukan somasi kepada H Jamri terkait perkara ini. Yang mana meminta agar H Jamri meminta maaf.

Namun, setelah melakukan somasi tersebut tidak mendapatkan jawaban dari yang bersangkutan, bahkan meski sudah melakukan pendekatan-pendekatan secara kekeluargaan secara persuasif akan tetapi tidak mendapatkan respon yang baik.

Sehingga dirinya membuat pengaduan ke Polda Kaltim dikarenakan ia menganggap kejadian ini sangat merugikan dirinya.

“Dari sisi kami, kami sangat dirugikan karena usaha kita di bidang properti tentu banyak yang bermitra dengan kita, karena pemberitaan di media yang dianggap biasa, tapi bagi kami ini sangat luar biasa,” ujarnya.

Atas dasar hal ini, dirinya setelah melakukan pengaduan dan dilakukan analisis oleh Ditreskrimsus, dirinya melaporkan terkait pencemaran nama baik yang berkaitan dengan Undang-Undang ITE, karena ini diberitakan melalui media masa.

Karena kondisi saat ini ditengah pandemi dan terkesan lambat, pihaknya mendapatkan respon dari penyidik yang meminta agar pihaknya membuat aduan ke dewan pers.

Hingga akhirnya dewan pers memberikan jawaban dimana laporan dirinya secara substansi diterima, hanya saja secara prosedural tidak memenuhi unsur dikarenakan sudah kadaluarsa, artinya melebihi 2 bulan sebagaimana yang diatur dalam UU Pers.

“Kami sudah memberikan somasi dan meminta agar dapat dia meminta maaf atau paling tidak dirinya mengumumkan juga seperti saat mengumumkan status tersangka di media,” ujarnya.

“Permintaan saya sederhana, dia umumkan kembali status penghentian penyidikan terhadap saya di media, seperti yang dilakukannya terlebih dahulu saat mengumumkan kasus tersangka,” tambahnya.

Suhardi menambahkan, jika dirinya hanya mencari jalan tengahnya saja, agar permasalahan ini cepat selesai. Pasalnya dampak yang ditimbulkan dari permasalahan ini sangat luar biasa.

Ditempat terpisah, menanggapi apa yang disampaikan Suhardi Hamka, H Jamri yang ditemui di kediaman miliknya, melalui kuasa hukumnya Kahar Juli menjelaskan bahwa, surat yang diberikan Polda Kaltim kepada pihaknya merupakan hak dirinya sebagai pelapor.

Sedangkan terkait penetapan tersangka, itu bukan merupakan ranah dirinya untuk menetapkan dia (Suhardi.red) menjadi tersangka atau bukan, namun itu menjadi ranah pihak kepolisian.

“Kenapa kita bacakan, karena surat itu tertuju kepada kita, berdasarkan laporan kita beliau (Suhardi.red) tersangka,” jelasnya.

“Jadi tersangkanya beliau, bukan dikarenakan pengacaranya, bukan karena Pak H Jamri nya, bukan karena kami, tapi karena kami melapor adanya dugaan saat itu, ada dugaan unsur-unsur penggelapan masuk..pada waktu itu, itu yang pertama,” terang Kahar Juli.

Kemudian yang kedua, pihaknya diminta untuk melakukan klarifikasi dan meminta maaf. Menurut dirinya ini bukan soal minta maaf atau bagaimana, namun proses hukum masih berjalan sampai dengan hari ini. Bahkan audit juga tengah berjalan saat ini.

“Mungkin saat ini masih terkait 2 miliar, kemungkinan saja kedepan bisa lebih dari 2 miliar, karena semua audit akan kita jadikan satu,” terangnya.

Kahar Juli melanjutkan, terkait masalah pencabutan status tersangka Suhardi, itu bukan dari pihaknya, melainkan itu dari kepolisian.

“Jadi kalau mau tanya soal meminta maaf, yang menetapkan tersangka kepolisian, kemudian yang menutup kepolisian, jadi konfirmasi ke kepolisian..bukan ke kami,” tegasnya.

“Kita juga murni sebagai warga negara yang melapor ada hak-hak kami yang dilanggarnya atau ada hak-hak kami yang diambil saat itu..dugaan kami,” jelasnya.

Kalau memang kondisinya itu berbeda dengan keadaannya, sebagai warga negara silahkan dia juga laporkan ke kepolisian. Itu juga ada prosesnya disana.

Tentu itu juga ada proses audit, karena saat itu penghentian bukan melalui proses pra peradilan. Namun hanya ranah dari pihak kepolisian itu sendiri. Makanya, bukan kami tidak mau melanjutkan ke pra pradilan, hanya saja kami belum.

Jika hasil audit ini jelas, kalau memang unsurnya ini masuk. Maka akan kita sorong ini barang masuk.

“Jadi jika ditanya, kami harus meminta maaf, apa yang harus dimaafkan..lagi pula yang kami bacakan surat dari kepolisian, buka dari pengacara Kahar Juli, bukan dari Pak H Jamri. Saya bacakan karena surat itu memang ditujukan ke kita bahwa dari laporan kita beliau tersangka,” tutupnya.

Wartawan : Riel Bagas.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here