Penasatu.com, Balikpapan – Pemerintah Kota (Pemkot) Balikpapan terus menunjukkan keseriusannya dalam mewujudkan Kota Layak Anak (KLA).
Berbagai upaya telah dilakukan, termasuk penerbitan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Kota Layak Anak.
Wakil Wali Kota Balikpapan, Bagus Susetyo, dalam kegiatan Verifikasi Lapangan Evaluasi Kota Layak Anak (KLA) yang berlangsung di Aula kantor Pemkot Balikpapan, Kamis (12/6/2025) menjelaskan bahwa komitmen tersebut diwujudkan melalui langkah konkret.
Mulai dari pembentukan Forum Anak di Enam Kecamatan dan 34 Kelurahan, hingga penyelenggaraan rapat koordinasi antar Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
“Pemkot juga membentuk Satuan Pendidikan Ramah Anak serta mendirikan dua Unit Layanan Perlindungan Khusus. Ini sebagai bagian dari ekosistem perlindungan anak yang komprehensif,” ujar Bagus.
Sementara itu, di bidang kesehatan kata Bagus, fasilitas persalinan semakin ramah anak, dengan 98,5 persen persalinan pada 2023 dilakukan di fasilitas kesehatan.
Selain itu, Pemkot juga menyiapkan larangan iklan rokok di jalan utama sebagai bagian dari upaya menciptakan kawasan sehat bagi anak.
“Keberhasilan KLA bukan soal penghargaan, dengan atau tanpa penilaian, kami tetap berkomitmen menjadikan Balikpapan kota yang aman dan membahagiakan untuk anak-anak,” tegasnya.
Dukungan juga datang dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) melalui Asisten Deputi Verifikator Lapangan, Muhammad Ihsan, mengapresiasi langkah Pemkot yang dinilai telah menjalankan evaluasi KLA secara mandiri dan berkelanjutan.
Ia menegaskan bahwa KLA adalah sistem pembangunan berbasis hak anak yang dijalankan secara menyeluruh, sesuai regulasi nasional.
“Jika seluruh pihak bersinergi pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha Indonesia bisa menjadi negara yang benar-benar ramah anak,” ujarnya.
Ihsan menjelaskan, KLA merupakan sistem pembangunan berbasis hak anak yang dilakukan secara terencana, menyeluruh, dan berkelanjutan oleh pemerintah daerah.
Hal ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, khususnya Pasal 21, yang kemudian diperkuat dengan Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2021 tentang Kebijakan KLA serta Peraturan Menteri PPPA Nomor 12 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan KLA.
Dimana di dalam peraturan tersebut, kepala daerah memiliki tanggung jawab penuh terhadap penyelenggaraan KLA di wilayahnya masing-masing.
Masih Ihsan, terdapat 24 indikator penilaian KLA yang terbagi dalam lima klaster substansi dan satu kelembagaan. Yang mana dalam cluster tersebut mencakup, Hak Sipil dan Kebebasan Anak, seperti kepemilikan akta kelahiran gratis dan akses informasi yang ramah anak.
Kemudian, Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif, dengan penekanan pada peran keluarga sebagai pelindung utama anak serta penyediaan pusat pembelajaran keluarga di setiap kota/kabupaten.
Selanjutnya, Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan, termasuk pelayanan kesehatan ramah anak, imunisasi lengkap, dan fasilitas publik yang aman bagi anak.
Serta, Pendidikan, Pemanfaatan Waktu Luang, dan Kegiatan Budaya, yang memastikan seluruh anak memiliki akses pendidikan yang berkualitas dan kegiatan positif di luar sekolah.
Dan, Perlindungan Khusus, bagi anak-anak dalam kategori rentan seperti disabilitas, korban kekerasan, atau anak dalam situasi darurat.
“Setiap anak berhak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, bebas dari kekerasan fisik, psikis, dan seksual. Oleh karena itu, seluruh infrastruktur dan kebijakan harus menjamin hak-hak tersebut,” pungkasnya. (*/adv)