Penasatu.com, Balikpapan – Kawasan pesisir di Stalkuda, Kelurahan Gunung Bahagia, Kecamatan Balikpapan Selatan, menghadapi krisis lingkungan yang makin mengkhawatirkan. Pantai Damba Enggang Borneo (DEB), salah satu kawasan wisata yang dikelola masyarakat, kini terancam rusak akibat pencemaran limbah batubara dan sampah yang terus mencemari perairan.

M Ardhan Effendi, pengelola Pantai DEB, mengatakan tumpahan batubara berasal dari tongkang yang kerap melintas hanya beberapa mil dari bibir pantai. Tumpahan tersebut terbawa arus laut dan menyasar hingga ke garis pantai, yang tentu bisa menyebabkan kerusakan ekosistem laut.
“Kekhawatiran terbesar kami adalah kerusakan ekosistem, terutama terumbu karang yang masih ada beberapa titiknya di kawasan ini,” ujar Ardhan, Jumat (1/8/2025).
Ardhan menepis anggapan bahwa pesisir Balikpapan tidak memiliki terumbu karang. Ia menyebut dirinya sering menyelam dan menyaksikan langsung keberadaan karang hidup, meski jumlahnya terbatas. Karang-karang itu menjadi habitat biota laut seperti lobster yang semakin kesini ikut terancam.
Limbah Batubara Mengandung Racun
Menurut Ardhan, endapan batubara di dasar laut menimbulkan sedimentasi yang menutupi karang, menghambat pertumbuhan, bahkan membunuhnya. Lebih dari itu, limbah tersebut mengandung logam berat dan bahan kimia berbahaya yang bisa merusak ekosistem laut secara keseluruhan.
“Laut bukan tempat pembuangan limbah. Kelestarian lingkungan harus dilihat tidak hanya dari darat, tapi juga dari pesisir dan laut,” tegasnya.
Persoalan ini, katanya, pernah disampaikan langsung kepada Menteri Kelautan dan Perikanan saat itu, Susi Pudjiastuti, pada 2019 silam. Menteri Susi kala itu memberikan dukungan penuh dan meminta agar masalah tersebut dikritisi dan ditindak secara hukum.
Namun hingga kini, lanjut Ardhan, belum ada langkah konkret dari pemerintah kota maupun provinsi. Ia menyesalkan sikap diam pihak berwenang yang dinilainya abai terhadap kerusakan lingkungan di pesisir selatan Balikpapan.
Sampah Darat Menambah Pencemaran
Selain limbah batubara, Pantai DEB juga menghadapi masalah serius dari limpahan sampah rumah tangga yang terbawa aliran drainase besar bermuara langsung ke laut. Tidak adanya sistem penyaring atau jaring sampah membuat pencemaran semakin sulit dikendalikan.
“Setiap hari sampah rumah tangga masuk lewat parit besar. Saya sudah pernah mengusulkan ke DPRD Balikpapan agar dibuat jaring penyaring, tapi tidak ada tindak lanjut,” katanya.
Berbagai komunitas, mahasiswa, hingga Brimob Polda Kaltim pernah turun tangan membantu membersihkan kawasan, namun Ardhan menyebut upaya sukarela tidak cukup untuk menyelesaikan masalah yang sudah sistemik.
UMKM Terdampak, Wisata Mati
Kondisi pantai yang tercemar berdampak langsung pada pelaku usaha kecil di sekitar kawasan. Ardhan mengaku pernah membuka kafe kecil di Pantai DEB, namun sementara ini harus tutup karena kawasan tersebut tidak lagi menarik bagi pengunjung.
“Limbah batubara dan sampah membuat pantai tidak nyaman dikunjungi. Pengunjung hilang, kami pun terpaksa menutup sementara kafe. Pemerintah harusnya hadir menyelamatkan kawasan ini, bukan hanya diam,” ujarnya.
Ardhan menegaskan bahwa kawasan Pantai DEB menyimpan potensi wisata dan konservasi laut yang besar. Namun jika tidak ditangani serius, ia khawatir kawasan ini akan kehilangan nilai ekologis dan ekonomis yang seharusnya diwariskan ke generasi mendatang.
“Kalau tidak diselamatkan dari sekarang, kita akan kehilangan bukan hanya potensi wisata, tapi juga ekosistem laut yang penting,” pungkasnya.(*)