Teks foto: Anggota Komisi III DPRD Balikpapan, Laisa Hamisah.
Penasatu.com, Balikpapan – Minimnya pendapatan dari sektor retribusi parkir di Kota Balikpapan menjadi sorotan tajam Anggota Komisi III DPRD Balikpapan, Laisa Hamisah, Rabu (6/8/2025).
Ia menilai potensi parkir di kota ini cukup besar, namun belum mampu memberikan kontribusi maksimal terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Menurut Laisa, salah satu penyebab lemahnya pemasukan parkir adalah tidak optimalnya penggunaan karcis parkir oleh para Juru Parkir (Jukir) yang merupakan binaan Dinas Perhubungan (Dishub) Balikpapan.
“Jukir binaan itu sudah dibekali karcis parkir, tapi di lapangan banyak yang tidak menggunakannya. Seharusnya karcis itu diberikan kepada pengguna kendaraan yang membayar parkir agar penerimaan daerah bisa maksimal,” ujarnya kepada awak media.
Politisi perempuan ini juga mengimbau kepada masyarakat Balikpapan yang menggunakan jasa parkir di lokasi-lokasi resmi, agar selalu meminta karcis parkir dari petugas.
“Kalau parkirnya di titik yang memang ada jukir binaan Dishub, warga berhak minta karcis. Itu untuk memastikan uang parkir masuk ke kas daerah, bukan ke kantong pribadi,” tegas Laisa.
Lebih lanjut, ia mendorong Dishub Balikpapan untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem kerja jukir binaan. Evaluasi ini dinilai penting agar pengelolaan retribusi parkir lebih transparan dan berdampak nyata pada pendapatan kota.
Sebagai solusi, Laisa mengusulkan agar Dishub menerapkan sistem yang lebih terstruktur. Misalnya, dengan menjual bendel karcis kepada jukir binaan dengan harga tertentu.
“Dishub bisa tetapkan harga bendel. Misalnya satu bendel untuk kendaraan roda dua (R2) dijual seharga Rp100 ribu, dan Rp150 ribu untuk roda empat (R4). Karcis itu hanya berlaku dua hari, jadi jukir wajib menyerahkannya ke warga sampai karcisnya habis,” jelasnya.
Dengan skema itu, menurutnya, pendapatan bisa lebih terukur. Ia memberikan contoh: jika satu bendel berisi 100 lembar karcis untuk R2 dengan tarif parkir Rp2.000 per kendaraan, maka total pendapatan adalah Rp200 ribu. Artinya, jukir masih mendapatkan penghasilan sebesar Rp50 ribu dari selisihnya.
“Ini akan memaksa jukir untuk benar-benar menyerahkan karcis ke pengguna. Selain adil, pendapatan juga bisa dihitung dan masuk akal,” tutupnya.(*/adv)