foto, Wakil Presiden Ma’ruf Amin saat memimpin Rapat Koordinasi Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Ekstrim dengan Gubernur Maluku dan 5 Bupati di Kantor Gubernur.(istimewa)
Ambon, Setelah mengunjungi Bandung, Surabaya dan Semarang yang merupakan bagian dari tujuh provinsi penanggulangan kemiskinan ekstrem tahun 2021, kali ini Wapres mendatangi Ambon untuk mendengarkan langsung penanganan kemiskinan ekstrem Provinsi Maluku, Rabu (13/10/2021).
Di provinsi ini, terdapat lima kabupaten yang merupakan kantong-kantong kemiskinan ekstrem diantaranya Kabupaten Maluku Tengah, Kabupaten Maluku Barat Daya, Kabupaten Maluku Tenggara, Kabupaten Maluku Tenggara Barat, dan Kabupaten Seram Bagian Timur.
“Pemilihan lima kabupaten ini didasarkan pada indeks kemiskinan ekstrem, yang dihasilkan dari kombinasi persentase penduduk miskin ekstrem dan jumlah penduduk miskin ekstrem menurut kabupaten, bersumber dari data BPS yang dihasilkan melalui SUSENAS Maret 2020 sebagai rujukan utama,” papar Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin saat memimpin Rapat Koordinasi Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Ekstrim dengan Gubernur Maluku dan 5 Bupati di Kantor Gubernur, Jalan Pattimura Nomor 1, Ambon.
Lebih lanjut Wapres menyampaikan, dari sisi anggaran, kementerian/lembaga terkait memiliki anggaran yang cukup besar untuk menanggulangi hal ini. Dana tersebut diantaranya dialokasikan untuk perlindungan sosial dan pemberdayaan masyarakat.
Dana yang mencapai 500 triliun rupiah tersebut, tambah Wapres, belum termasuk anggaran yang sumber dananya berasal dari APBD Provinsi dan Kabupaten. Untuk itu, dengan budget besar yang telah disiapkan, Wapres meminta agar seluruh program percepatan penanggulangan kemiskinan ekstrem yang telah dirancang oleh pemerintah pusat dan daerah harus segera terkonvergensi dan tepat sasaran.
“Konvergensi yang dimaksudkan adalah upaya untuk memastikan agar seluruh program penanggulangan kemiskinan ekstrem mulai dari tahap perencanaan, penentuan alokasi anggaran, penetapan sasaran dan pelaksanaan program tertuju pada satu titik atau lokus yang sama, baik itu secara wilayah maupun target masyarakat yang berhak,” tegas Wapres.
Wapres menilai, konvergensi program dan memastikan penerima sudah tepat merupakan salah satu tantangan terbesar yang dihadapi. Oleh karena itu, ia mengimbau agar pemerintah daerah terus berperan aktif dan berinovasi untuk menyukseskan program percepatan ini sambil terus melakukan konvergensi program dari pemerintah pusat.
“Pada pertemuan dengan para Gubernur pada 28 September 2021 yang lalu, saya mendapatkan penjelasan yang sangat baik dari Gubernur Maluku tentang program-program yang diinisiasi oleh Pemerintah Provinsi Maluku. Saya memandang program “Rumah Basudara Sejahtera” dan “Manggurebe Bangun Desa” maupun program inovasi lainnya sangat mendukung strategi penanggulangan kemiskinan dan khususnya untuk kemiskinan ekstrem yang saya sampaikan sebelumnya,” jelas Wapres.
Tepat Sasaran
Jumlah penduduk miskin di Indonesia telah mencapai 10 persen dari total penduduk yang berjumlah lebih dari 270 jiwa. Pemerintah melalui kementerian/lembaga pun berupaya membuat berbagai program penanggulangan kemiskinan yang jumlahnya cukup besar yakni mencapai lebih dari 500 triliun rupiah. Namun, program-program tersebut belum berjalan optimal, karena masih ada data rumah tangga miskin ekstrem yang tidak sesuai sehingga para penerima bantuan tidak tepat sasaran.
“Jadi sebagaimana yang saya sampaikan di berbagai kesempatan, bahwa dalam penanggulangan kemiskinan ekstrem, anggaran bukanlah isu utama. Tantangan terbesar kita adalah bagaimana bantuan tersebut harus tepat sasaran,” tegas Wapres.
Lebih jauh Wapres menekankan ada perbedaan data dalam menentukan jumlah masyarakat miskin ekstrem. Hal ini akan mempengaruhi distribusi pemberian bantuan.
“Sehubungan dengan itu, saya minta agar perbaikan data terus dilakukan, sehingga untuk pelaksanaan program-program pada tahun 2022 sampai tahun 2024, kita dapat menggunakan data rumah tangga miskin ekstrem yang lebih mutakhir dan akurat,” pinta Wapres.
Dalam rapat yang berlangsung lebih dari 2 jam tersebut, Wapres menyampaikan bahwa program penanggulangan kemiskinan ekstrem ini merupakan arahan langsung dari Presiden Joko Widodo. Presiden juga meminta agar program ini dapat diselesaikan hingga 2024.
Menurut data dari BPS yang bersumber pada SUSENAS Maret 2020, wilayah yang termasuk kemiskinan ekstrem berjumlah 35 kabupaten dari 7 provinsi di Indonesia, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Maluku, Nusa Tenggara Timur, Papua dan Papua Barat. Masing-masing provinsi terdapat 5 kabupaten prioritas yang merupakan kantong kemiskinan ekstrem. Adapun 5 kabupaten prioritas di Provinsi Maluku adalah Kabupaten Maluku Tengah, Maluku Barat Daya, Maluku Tenggara, Maluku Tenggara Barat, dan Seram Bagian Timur.
Terkait dengan target penanggulangan kemiskinan ekstrem yang harus diselesaikan hingga 2024 ini, 2 juta penduduk miskin esktrem harus sudah dihilangkan pada 2021. Namun, Wapres menyadari target tersebut bukanlah hal yang mudah, karena waktu yang kurang dari 3 bulan.
“Untuk itu, pada 3 bulan terakhir 2021 ini kita akan menambahkan upaya khusus menggunakan program yang ada yaitu Program Sembako dan BLT-Desa,” ujar Wapres.
Selanjutnya, Gubernur Maluku Murad Ismail memaparkan, penyebab permasalahan penduduk miskin adalah kemampuan fiskal daerah yang rendah, konektivitas antar wilayah yang sulit, dan pendapatan masyarakat yang rendah.
Murad mengungkapkan, telah dilakukan berbagai strategi untuk menyelesaikan masalah tersebut di antaranya, bantuan kartu maluku cerdas dan beasiswa untuk pelajar miskin, kartu maluku sehat, potong pele stunting, pemberdayaan UMKM dan pembangunan prasarana.
“Kami juga telah membuat inovasi dengan membangun Rumah Basudara Sejahtera” dan “Manggurebe Bangun Desa,” jelasnya.
Sementara, menanggapi arahan Wapres, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menjelaskan, terkait data telah dilakukan pendataan rumah tangga miskin ekstrem dengan metode by name by address.
Sedangkan terkait berbagai permasalahan yang dihadapi daerah-daerah prioritas di Provinsi Maluku, Tito menyarankan dua hal. Pertama, mengingat Maluku merupakan provinsi dengan kapasitas fiskal rendah dimana lebih banyak dihabiskan untuk belanja kebutuhan daerah, maka perlu dukungan anggaran dari pusat untuk membantu daerah membuat program-progam penanggulangan kemiskinan ekstrem. Kedua, kondisi Maluku yang merupakan wilayah kepulauan sehingga akses antara satu wilayah ke wilayah lain tidak kondusif, diperlukan dukungan infrastuktur. Hal ini akan memudahkan transportasi logistik antar wilayah sehingga meningkatkan produktivitas penduduk.
“Untuk mendukung infrastruktur di Provinsi Maluku, kami akan melakukan koordinasi dengan Kementerian PUPR,” ucap Tito.
Sebagai informasi, total jumlah penduduk miskin ekstrem di Maluku mencapai 97.747 jiwa dengan total jumlah rumah tangga miskin ekstrem 22.110 rumah tangga. Jumlah tersebut terdiri dari Kabupaten Maluku Tenggara Barat dengan tingkat kemiskinan ekstrem 18,76 persen dan jumlah penduduk miskin ekstrem 21.270 jiwa; Kabupaten Maluku Tenggara dengan tingkat kemiskinan ekstrem 13,65 persen dan jumlah penduduk miskin ekstrem 13.660 jiwa; Kabupaten Maluku Tengah dengan tingkat kemiskinan ekstrem 10.53 persen jumlah dan penduduk miskin ekstrem 39.400 jiwa; Kabupaten Seram Bagian Timur dengan tingkat kemiskinan ekstrem 12,73 persen dan jumlah penduduk miskin ekstrem 14.750 jiwa; serta Kabupaten Maluku Barat Daya dengan tingkat kemiskinan ekstrem 14,43 persen dan jumlah penduduk miskin ekstrem 10.580 jiwa.
Hadir pula dalam rapat tersebut Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mohammad Mahfud MD, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dan Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah serta Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Teten Masduki, dan para bupati dari 5 kabupaten prioritas kemiskinan ekstrem di Maluku. (*/Kominfo RI)