Penasatu.com, Samboja, Kutai Kartanegara — Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri bersama Polda Kalimantan Timur kembali menorehkan capaian penting dalam penegakan hukum sumber daya alam. Tim gabungan berhasil mengungkap kasus penjualan dan pengangkutan batu bara ilegal yang beroperasi di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara.
Konferensi pers pengungkapan kasus digelar pada Sabtu (8/11/2025), dipimpin langsung oleh DIRTIPIDTER BARESKRIM POLRI Brigjen Pol Moh. Irhamni, S.I.K., M.H., M.Han., didampingi AKBP Ade Zamrah, S.I.K. dan AKBP Andi Purwanto, S.I.K., M.H.
Turut hadir Irjen Pol Edgar Diponegoro, S.I.K., M.H., Deputi Bidang Lingkungan Hidup Otorita IKN Myrna Asnawati Safitri, S.H., M.Si., Dirreskrimsus Polda Kaltim Kombes Pol Bambang Yugo Pamungkas, serta Kapolres Kukar AKBP Khairul Basyar, S.H., S.I.K., M.Si.
Tangkap DPO dan Sita Ratusan Kontainer Batu Bara
Dalam keterangannya, Brigjen Pol Moh. Irhamni menjelaskan bahwa pada 22 Oktober 2025, penyidik berhasil menangkap seorang DPO berinisial MH di Pekanbaru, Riau.
Tersangka merupakan kuasa penjualan CV. BM sekaligus Direktur CV. WU, dua perusahaan yang diduga kuat terlibat dalam praktik penjualan batu bara ilegal dari kawasan konservasi Tahura Bukit Soeharto.
Meski CV. WU tercatat memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) aktif hingga 2029, namun perusahaan tersebut belum memiliki Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) dan diduga hanya digunakan sebagai kedok kegiatan tambang ilegal.
“Modus yang dilakukan yakni membeli batu bara hasil tambang ilegal, kemudian menggunakan dokumen perusahaan berizin resmi agar seolah-olah batu bara tersebut berasal dari penambangan legal,” ungkap Brigjen Pol Irhamni.
Dari hasil penyidikan, tim Polri mengamankan:
214 kontainer berisi batu bara di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya dan KKT Balikpapan,
Tumpukan batu bara sekitar 6.000 ton,
Serta sejumlah dokumen pengiriman, buku catatan muatan, dan rekening koran milik tersangka MH.
Jerat Pidana Berat dan Kembangkan ke Arah TPPU
Atas perbuatannya, tersangka MH dijerat Pasal 161 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dengan ancaman pidana penjara maksimal lima tahun dan denda hingga Rp100 miliar.
Sementara itu, tersangka AS dijerat Pasal 159 UU yang sama, karena diduga membuat dan menggunakan dokumen palsu serta menyampaikan laporan tidak benar.
Brigjen Pol Irhamni menegaskan bahwa penyidik masih terus mengembangkan perkara ini, termasuk mendalami dugaan keterlibatan pemegang IUP lain serta kemungkinan penerapan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
“Polri berkomitmen menjaga sumber daya alam sebagai aset negara. Terutama di kawasan Ibu Kota Nusantara, segala bentuk illegal mining akan kami tindak tegas tanpa pandang bulu,” tegasnya.
Dukung Pembangunan Berkelanjutan IKN
Kasus ini menegaskan keseriusan Bareskrim Polri dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup serta mendukung pembangunan berkelanjutan di wilayah Ibu Kota Nusantara (IKN).
Pengungkapan tersebut juga menjadi bukti bahwa Polri tidak hanya fokus pada penegakan hukum, tetapi juga memastikan pengelolaan sumber daya alam berlangsung sesuai aturan dan berkelanjutan.
(Humas Polda Kalimantan Timur)

















