Persiba Masih Dikuasai Pihak Luar, Alwi : Kami Sudah Negosiasi,Belum Ada Hasil

0
11

Teks foto: Pembina Persiba Balikpapan, Alwi Al Qadri.

Penasatu.com, Balikpapan — Sorak-sorai dan cinta para suporter Persiba Balikpapan, yang biasa memenuhi tribun Stadion Batakan, belum cukup kuat untuk menyelamatkan klub kesayangan mereka dari situasi yang penuh ketidakpastian. Di tengah upaya keras menjaga eksistensi klub, suara dari dalam mulai terdengar lirih namun lantang: Persiba butuh kembali ke pangkuan kota asalnya.

“Jujur saja, saya dan Pak Wali Kota itu setengah hati sekarang mengurus Persiba,” ungkap Alwi Al Qadri, Pembina Persiba Balikpapan.

Kata-kata yang mungkin mengejutkan banyak pihak, namun mengandung kepedihan yang mendalam dari mereka yang selama ini berdiri di belakang layar perjuangan klub berjuluk “Beruang Madu” tersebut.

Masalah utama yang kini membelenggu bukan sekadar performa di lapangan atau minimnya sponsor. Lebih dalam dari itu, kepemilikan klub saat ini sepenuhnya berada di tangan pihak luar daerah. Tidak ada sepeser pun saham milik Pemerintah Kota Balikpapan atau para tokoh yang selama ini berjuang mempertahankan nyawa klub di tengah keterbatasan.

“Ini yang banyak masyarakat belum tahu. Kami ini bantu karena panggilan hati, bukan karena punya saham atau kewajiban,” lanjut Alwi.

Bersama Wali Kota Rahmad Mas’ud, ia bahkan turun langsung membantu pembiayaan dan operasional Persiba ketika berlaga di Liga 3 — dari tiket pesawat pemain, makan, tempat tinggal, hingga latihan.

Namun ketidakpastian menyelimuti setiap langkah. Bagi Alwi dan Rahmad Mas’ud, membangun tim tanpa memiliki kendali atas klub ibarat merenovasi rumah orang lain. “Kalau rumah itu nanti dijual, kita dapat apa? Ya tidak dapat apa-apa,” ujarnya getir.

Ketakutan terbesar bukan hanya soal dana yang habis tanpa kejelasan arah, tapi juga nasib masa depan klub. Dalam kondisi seperti ini, sangat mungkin klub dijual sewaktu-waktu, bahkan berganti nama atau dibawa keluar dari Balikpapan. Sebuah mimpi buruk bagi warga kota yang menjadikan Persiba sebagai identitas dan kebanggaan.

“Kalau tidak bisa 100 persen, ya minimal 50 persen saham itu dikembalikan ke Pemerintah Kota Balikpapan. Tapi ketika kami coba negosiasi, harga yang ditawarkan tidak masuk akal,” keluh Alwi.

Ia menegaskan, permintaan itu bukan demi keuntungan pribadi atau komersial, melainkan demi menjaga Persiba tetap menjadi milik Balikpapan.

Hingga hari ini, kata Alwi, dirinya masih mengurus segala kebutuhan klub, bahkan telah mengeluarkan lebih dari Rp500 juta dari kantong pribadi. Namun semua itu terasa berat jika klub tetap berada di bawah kuasa pihak lain.

Dari sisi pendanaan, absennya sponsor besar turut memperparah keadaan. Di Liga 3, hampir tidak ada perusahaan yang mau menjadi mitra. Kini di Liga 2, beban makin besar, sementara kepastian dukungan belum terlihat.

Situasi ini memicu keresahan di kalangan suporter. Mereka mempertanyakan komitmen pemerintah, padahal faktanya justru sebaliknya. Pemerintah dan tokoh lokal sudah turun tangan, tetapi tangan mereka terikat tanpa kepemilikan yang sah.

Alwi tak memungkiri bahwa dirinya tidak tahu pasti bagaimana Persiba bisa berpindah tangan ke luar Balikpapan. Namun ia yakin, belum terlambat untuk merebut kembali kendali atas klub.

“Saya hanya berharap Persiba tidak dibawa keluar dan tidak berganti nama. Balikpapan berhak atas klub ini. Kita ingin Persiba kembali ke bumi pertiwi, kembali ke rumahnya sendiri,” tegasnya.

Kini, masa depan Persiba bergantung pada satu hal: apakah klub ini akan tetap menjadi milik dan kebanggaan warga Balikpapan, atau akan menjadi lembar sejarah yang perlahan memudar karena tak lagi memiliki akar tempat berpijak.(*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here