Balikpapan, Penasatu.com –Pembongkaran jembatan dan porak porandanya parit atau drainase yang ada di Jalan MT Haryono yang mengakibatkan kerusakan akses masuk dan berdampak berkurangnya penghasilan dari pengusaha yang berada di wilayah tersebut serta menjadi kurang sedap dilihat terus mendapatkan perhatian masyarakat.
Dimana perlu diketahui, pembongkaran jembatan milik warga di kawasan Damai Jalan MT Haryono Balikpapan yang diduga dilakukan kontraktor pelaksana proyek perbaikan drainase bisa berbuntut pidana jika dilakukan tanpa izin atau pemberitahuan lebih dulu.
Pasalnya, pemilik jembatan bisa saja melaporkan kontraktor tersebut dengan pasal perusakan. Hal itu dikatakan Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Forum Masyarakat Anti Korupsi (FORMAK) Indonesia, Robert Wilmar Napitupulu SH MH, Senin (20/02/2023).
“Soal proyek di Damai yaitu perbaikan drainase, kalau pemikiran saya, apakah jembatan-jembatan di atas parit yang dibongkar itu berizin tidak. Kalau berizin, langsung dibredel (dibongkar, red) begitu, salah.
Artinya sudah terjadi perusakan. Itu bisa dilaporkan tentang perusakan,” tegas Robert W. Napitupulu didampingi Sekretaris LBH FORMAK Indonesia, Lamhot Simamora.
Karena, menurut Robert, yang dilakukan kontraktor ini belum tentu Wali Kota tahu. Tapi kalau main hantam kromo begitu, seharusnya kontraktor itu minta Pemerintah Kota (Pemkot) Balikpapan untuk menyelesaikan formalitasnya.
“Cuma, kalau ternyata yang buat jembatan ini tidak berizin, karena ini fasilitas umum, tidak bisa disalahkan. Artinya, ya teman-teman harus cek dulu ke Dinas PU atau kah di Dinas Tata Kota, pada saat masyarakat ini buat jembatan, ada surat keterangannya (izinnya) atau tidak,” jelas Robert.
Artinya, ungkap Robert, diperbolehkan atau diizinkan untuk membangun jembatan di atas parit yang merupakan fasilitas umum dengan catatan setiap saat dibutuhkan, bersedia dibongkar tanpa ganti rugi.
Tapi kalau ada izinnya atau kalau ada surat keterangan boleh membuat jembatan, maka main bredel (bongkar, red) tanpa pemberitahuan, biarpun dibebani bayar perbaikannya, tetap bisa dilaporkan perusakan.
“Tapi kalau tidak ada (izinnya, red) juga, mau tidak mau mesti nerimo (menerima, red) pemilik jembatannya,” tandasnya.
Jembatan-jembatan ke masing-masing ruko itu. Menurutnya, itu bukan kepentingan umum, namun kepentingan pemilik ruko sendiri. Tapi, jelas Robert, paritnya adalah kepentingan umum. Terganggu tidak, parit yang notabene kepentingan umum, dengan jembatan itu.
“Cuma kalau ada izinnya, etikanya, pemberitahuan lah bahwa karena sesuai izin ini (ada penyataan, red) bersedia dibongkar tanpa ganti rugi. Tinggal bagaimana pengaturannya. Kalau tidak, bisa dipidana kontraktornya,” pungkas Robert.
Sebagai informasi, jerat hukum pasal perusakan atau pasal 406 KUHP adalah barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta. (*/Eds)