Balikpapan, Penasatu.com – Komisi I DPRD Kota Balikpapan melalui Wakil Ketua Simon Sulean melaksanakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama camat Balikpapan Selatan (Balsel), Dinas Pertanahan dan Penataan Ruang Balikpapan, Lurah Sepinggan dan warga Perumahan Daksa, dalam pembahasan tindaklanjut laporan warga atas hak legalitas tanah warga Daksa berdasarkan Sertifikat Induk No.238 milik PT. Daksa Kalimantan Putera.
Usai rapat, Wakil Ketua Komisi I DPRD Simon Sulean mengatakan, bahwa DPRD memfasilitasi warga untuk mempertanyakan perihal legalitas rumah miliknya kepada pihak pengembang. Karena selama ini warga belum diberikan sertifikat, padahal warga sudah membayar lunas.
“Nah saat dicek ternyata Hak Guna Bangunan (HGB) daksa sudah mati, namun pihak daksa berjanji untuk memperpanjang HGB dan membayar pajak yang menunggak, setelah itu baru bisa mengurus pemecahan sertifikat kepada warga,” kata Simon kepada awak media, Selasa (12/9/2023).
Sementara untuk total warga yang menuntut kepemilikan sertifikat tersebut ada sekitar 150 orang. Mengingat masalah ini sudah cukup lama, dan berdasarkan penyampaian ketua RT ada sekitar puluhan tahun.
Untuk solusinya, karena saat ini pengembang sedang mengurus perpanjangan HGB-nya. Sehingga warga diminta untuk menunggu sampai proses itu selesai, baru bisa pemecahan sertifikat.
“Tetapi karena ini masalah sudah bertahun-tahun, makanya kami tadi dorong supaya ini dipercepat pengurusan sertifikatnya,” ujarnya.
Tempat terpisah, Camat Balsel Muhammad Hakim menambahkan, rapat ini untuk menindaklanjuti keluhan warga mengenai kepemilikan sertifikat yang belum keluar. Apalagi untuk S-HGB 238 milik daksa saat ini sudah mati masa berlakunya, sehingga tanah itu kembali ke negara.
Untuk mengajukan pembaruan sertifikat di BPN pun mereka terkendala, karena ada lahan miliknya yang bermasalah dengan warga (atau dalam gugatan, red), sehingga semua induknya tidak bisa di proses pembaruannya.
“Tadi kami ada kesepakatan bahwa lahan yang sudah lunas dapat diajukan proses peningkatan haknya dari IMTN ke sertifikat. Asalkan dapat persetujuan dari pemiliknya pak Satria,” tambah Hakim.
Lanjutkan, ketika pemiliknya mengakui jika lahan tersebut beli dari dirinya, maka mereka harus mengeluarkan Surat Penjualan Kavling (SPK) untuk bisa diproses IMTN dan perizinannya.
“Dan yang mengajukan di kecamatan itu ada sekitar 80 bidang rumah yang sudah lunas, tetapi mereka tidak bisa memegang surat karena ada sangketa,” paparnya. (a/e)