Teks: Kepala Disputakar, Elvin Junaidi,
Penasatu.com, Balikpapan – Kecanggihan teknologi saat ini membawa dampak semakin menurunnya minat membaca dikalangan pelajar.
Straregi untuk meningkatkan minat membaca terus dilakukan, seperti yang dilakukan Dinas Perpustakaan dan Arsip Kota (Disputakar) Balikpapan yang memilih langkah berbeda dengan menanamkan kebiasaan membaca sejak anak-anak masih duduk di bangku sekolah.
Kepala Disputakar, Elvin Junaidi, menyebutnya sebagai investasi jangka panjang untuk mencetak generasi yang bukan hanya cerdas, tapi juga haus ilmu dan punya daya pikir kritis.
“Kebiasaan membaca harus dimulai dari sekolah. Kalau anak-anak sudah terbiasa membaca sejak kecil, mereka akan terus membawa kebiasaan itu sampai dewasa,” ujarnya, Minggu (25/5/2025).
Menurut Elvin, membaca bukan hanya tentang menambah ilmu. Lebih dari itu, membaca bisa menjadi aktivitas yang menyenangkan , bahkan bisa membuat orang “ketagihan” dalam arti positif.
“Kalau sudah menikmati membaca, orang akan terus mencari buku dan merasa selalu kurang. Itu yang membuatnya terus belajar,” tambahnya.
Namun ia juga mengingatkan, tidak semua kegiatan membaca berdampak sama. Elvin menyoroti tren membaca media sosial selama berjam-jam, yang kadang disalahartikan sebagai bagian dari literasi. Padahal, kualitas bacaan tetap menjadi penentu utama.
“Membaca buku satu jam sehari lebih bermakna daripada empat jam scroll media sosial. Survei minat baca pun seharusnya mempertimbangkan hal ini,” jelasnya.
Di era digital yang serba cepat ini, Elvin menyadari bahwa anak-anak sangat mudah terpapar informasi dari berbagai sumber. Tapi tak semua konten layak dikonsumsi. Karena itu, ia menekankan pentingnya peran keluarga khususnya orang tua.
“Orang tua harus jadi filter utama. Mereka harus mendampingi anak-anak dalam memilih bacaan yang tepat dan membimbing mereka agar bijak dalam menyerap informasi,” katanya.
Untuk memperkuat budaya literasi, Disputakar Balikpapan terus bergerak. Mulai dari menambah koleksi buku ramah anak, mengirim perpustakaan keliling ke kelurahan, hingga menggencarkan kampanye literasi ke sekolah-sekolah dan komunitas lokal.
“Kami ingin anak-anak tertarik dulu. Karena kalau sudah suka, mereka akan membaca dengan sendirinya. Buku-buku yang kami hadirkan disesuaikan dengan usia dan minat mereka,” terang Elvin.
Menurutnya, keberhasilan membangun budaya baca tak cukup hanya mengandalkan sekolah atau pemerintah. Perlu kerja sama semua pihak: orang tua, guru, komunitas, bahkan lingkungan sekitar.
“Yang penting adalah menumbuhkan minat sejak dini. Kalau itu sudah tumbuh, anak-anak akan menjadi pembelajar sejati, siap menghadapi tantangan zaman dengan ilmu dan nalar yang kuat,” tutupnya.(*/adv)