Disnaker Balikpapan Koreksi 1.200 Kontrak Kerja Selama Triwulan Pertama 2025

0
1

Teks: Ani Mufidah, Kepala Disnaker Balikpapan

Penasatu.com, Balikpapan – Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Balikpapan mencatat telah melakukan koreksi dan pencatatan terhadap 1.200 Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) selama triwulan pertama tahun 2025.

Langkah ini merupakan bagian dari pengawasan terhadap praktik kerja kontrak dan sistem alih daya (outsourcing) yang masih marak di Kota Balikpapan.

“Sebanyak 1.200 PKWT sudah kami koreksi dan terbitkan bukti pencatatannya. Ada juga permohonan pencatatan yang masih dalam proses perbaikan karena belum sesuai dengan norma ketenagakerjaan,” ujar Kepala Disnaker Balikpapan, Ani Mufidah, Rabu (7/5/2025).

Namun demikian, Disnaker belum memiliki data rinci mengenai jumlah pekerja yang tidak mendapatkan perpanjangan kontrak setiap tahunnya.

Padahal, praktik outsourcing masih banyak terjadi, terutama di sektor konstruksi dan layanan, sehingga menimbulkan persoalan ketenagakerjaan yang kompleks.

Salah satu persoalan utama yang sering terjadi adalah pergantian perusahaan penyedia tenaga kerja (vendor), yang berdampak langsung pada nasib para pekerja.

Banyak pekerja terpaksa menandatangani kontrak baru dengan vendor berbeda, meskipun tetap menjalankan pekerjaan yang sama di lokasi yang sama. Hal ini menciptakan ketidakpastian kerja dan melemahkan posisi tawar pekerja.

“Tidak semua pekerja mendapatkan perpanjangan kontrak atau direkrut ulang oleh vendor baru,” ungkapnya.

Menanggapi persoalan tersebut, pihaknya mengaku telah melakukan pembinaan terhadap sejumlah perusahaan subkontraktor. Selain itu, Pemerintah Kota Balikpapan juga telah menerbitkan Surat Edaran dan surat teguran kepada perusahaan yang tidak patuh.

“Kami (disnaker) bersama pengawas sudah beberapa kali melakukan pembinaan kepada subkontraktor. Surat Edaran Wali Kota juga sudah diterbitkan,” ujarnya.

Ani menambahkan, pihaknya tidak dapat menerbitkan kebijakan yang bertentangan dengan ketentuan dari pemerintah pusat. Oleh karena itu, ia menunggu adanya revisi regulasi terkait sistem outsourcing yang saat ini tengah dibahas.

Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi saat ini adalah ketiadaan sistem pelacakan pekerja setelah kontrak berakhir. Banyak dari mereka yang kemudian beralih ke sektor informal tanpa perlindungan hukum yang memadai.

“Pekerjaan berbasis kontrak dalam proyek memang diizinkan secara hukum. Tapi kita perlu dorongan kebijakan yang lebih kuat untuk menjamin kepastian kerja dan perlindungan bagi para pekerja,” tegas Ani.(*/adv)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here