Foto.Makam Sultan Sulaiman Al-Qanun dan masjid Sulaimani
Oleh : Andy Ar Evrai
PENASATU.COM, ISTANBUL– Rasanya kurang lengkap kalau menceritakan tentang Turki apabila tidak membahas Sultan Sulaiman Al-Qanun yaitu Sultan terbesar Kesultanan Usmani yang kekuasaannya mencapai daratan Eropa, Afrika, jazirah Arabia dan Persia.
Maka saat berada di Istanbul, saya pun menyempatkan diri untuk menziarahi makam Sulaiman Al-Qanuni ini yang berada di kawasan masjid Sulaimani yaitu sebuah masjid megah dan besar peninggalan Usmani yang berada di atas sebuah bukit, dimana saat berada di halaman masjid ini akan terlihat pemandangan selat Bosporus yang indah.
Makamnya cukup sederhana dan diapit oleh makam para istri dan anak-anaknya karena sang Sultan memang seorang raja yang sangat saying dengan istrinya.
Sultan Sulaiman dipandang oleh banyak ahli sejarah sebagai Sultan Utsmaniyah yang paling berhasil. Masa pemerintahannya berlangsung dari 1520 sampai 1566 dan diwarnai oleh kegiatan militer yang berani yang memperluas wilayah serta pembangunan di bidang hukum, sastra, seni dan arsitektur.
Berkuasa selama 46 tahun, pria kelahiran 1494 M ini, disebut-sebut sebagai masa emas Dinasti Ottoman. Pada masanya lah, Ottoman mempunyai undang-undang dan sistem administrasi serta tata kelola perpajakan yang tertata rapi.
Pada era kepemimpinannya, tak kurang dari 13 ekspedisi militer berhasil dijalankan. Jangkauannya mencapai Yunani, sebagian wilayah Persia (Iran kini), dan Afrika.
Tetapi, tahukah Anda jika akhir kematian dan nasib jasadnya tak seindah pencapaiannya selama hidup. Organ tubuh bagian dalam dari Sulaiman dikubur secara terpisah dengan fisiknya yang lain. Bagaimana hal itu bisa terjadi?
Mengutip Arabicpost, pada 1566, Sulaiman memimpin ekpedisi militer ke Hongaria. Pada perang tersebut, Sulaiman dan pasukannya berhasil meraih kemenangan.
Namun, nasib berkata lain dengan Sulaiman. Dia meninggal dunia pada 7 September 1566, bukan sebab peperangan, namun karena faktor usia dan fisik saat melakukan pengepungan Benteng Zigetvar.
Menurut para sejarawan, diyakini jasad Sulaiman dipisahkan antara bagian dalam tubuh meliputi jantung, paru-paru, dan lain sebagainya dengan bagian tubuhnya yang lain.
Menurut pakar sejarah Ottoman Eclia Celebi, bagian dalam tersebut diambil dari tubuh Sulaiman lalu dimasukkan ke dalam kotak emas dan dikubur tak jauh dari tendanya berada selama pengepungan Zigetvar.
Mengapa hal ini dilakukan? Tindakan ini dilakukan justru agar jasadnya tidak membusuk selama dibawa pulang menuju Istanbul (Konstantinopel). Pada saat itu, suhu musim panas sangat menyengat sehingga bisa memicu pembusukan dini terhadap jasad sang khalifah. Jasadnya (selain bagian dalam) dimakamkan di Istanbul.
Penasehat Sulaiman memutuskan untuk merahasiakan kematian sang khalifah selama hampir 48 hari. Ini agar semangat juang para tentara tidak melemah dan tidak terjadi intrik politik di istana selama perang. Tandatangan sang khalifah pun akhirnya dipalsukan selama era itu.
Seiring perjalanan masa, pada 2014 lalu, Pemerintah Turki bekerjasama dengan Hongaria, untuk membiaya proyek pencarian bagian dalam jasad Sulaiman.
Tim peneliti yang dipimpin Neubert Bab tersebut berhasil mengungkap bahwa lokasi penguburan bagian dalam jasad itu berada di area persawahan yang ada diperbukitan.
Setelah melakukan penggalian, kotak tersebut berhasil ditemukan bersama tulang belulang tak kurang dari 500 jenazah. Jasad bagian dalam itu pun lantas dibawa ke Turki dan dikubur bersama bagian lain jasad Sulaiman di Masjid Sulaiman al-Qanuni di Istanbul.
Sulaiman Al Qanuni lahir di kota Trabzun pada tahun 926 Hijriyah (1520 Masehi). Ayahnya yang tak lain adalah gubernur di wilayah tersebut sangat sayang dan peduli terhadapnya. Pada usia 7 tahun, ia dididik dengan ilmu sastra, sains, sejarah, teologi dan taktik perang. Pendidikan yang baik dan terpadu sejak kecil itu membuat Sulaiman tumbuh dalam suasana keilmuan, menyukai sastra dan dekat dengan para ulama. Ia dikenal tenang dan mampu melahirkan keputusan-keputusan matang.
Sulaiman Al Qanuni diangkat menjadi Sultan Daulah Utsmaniyah pada usia 26 tahun. Ia menjadi khalifah kesepuluh dalam Khilafah Ustmaniyah setelah Utsman, Orkhan, Murad I, Bayazid I, Muhammad I, Murad II, Muhammad Al Fatih, Bayazid II, dan Salim I. Meski masih muda, Sulaiman dikenal bijak dan tegas dalam mengambil keputusan. Keputusan yang telah diambilnya, pantang ditarik kembali.
Di masa awal pemerintahannya, Daulah Utsmaniyah diuji dengan empat pemberontakan sekaligus. Gubernur-gubernur yang ambisius mengira Sulaiman adalah pemimpin yang lemah. Mereka mengira saat itu adalah saat yang tepat untuk melepaskan diri dari Kekhilafahan Turki Utsmani. Tapi mereka keliru.
Pemberontakan pertama dilakukan Gubernur Syam Jan Bardi Al Ghazali. Ia menyatakan membangkang pada pemerintah Sultan dan berusaha menguasai Aleppo. Sulaiman Al Qanuni segera memerintahkan pasukan untuk membungkam gerakan separatis tersebut. Jan Bardi dapat ditumpas.
Pemberontakan kedua dilakukan oleh Gubernur Mesir Ahmad Syah pada tahun 1524 M. Tamak kekuasaan membuatnya berambisi memegang tampuk kekuasaan. Ia yang dulunya minta bantuan Sulaiman untuk dijadikan Gubernur Mesir malah berkhianat dengan menghimpun dukungan warga Mesir dan menyatakan diri sebagai penguasa independen. Namun pengkhianatannya tak bertahan lama. Sultan berhasil menghanguskannya.
Pemberontakan ketiga datang dari kaum Syiah di bawah pimpinan Baba Dzunnun pada tahun 1526 M. Baba mengumpulkan sekitar empat ribu pemberontak dan mewajibkan pajak di wilayah Yugazhad. Semakin lama posisi Baba semakin kuat, jumlah pasukannya pun meningkat. Pemberontakan itu berakhir dengan terbunuhnya Baba, setelah jatuh korban beberapa komandan Daulah Ustmaniyah.
Pemberontakan terbesar juga datang dari kaum syiah Rafidhah di wilayah Qawniyah dan Mar’asy yang dipimpin oleh Qalandar Jalabi. Ini merupakan pemberontakan terkuat karena pengikutnya mencapai 30.000 orang Syiah. Bahram Pasya yang diutus Sultan untuk mengakhiri pemberontakan ini dibunuh mereka. Pemberontakan baru bisa digulung ketika Sultan mengutus Ibrahim Pasya yang memiliki kemampuan persuasif yang luar biasa. Ia berhasil membujuk orang-orang Qalandar berbalik arah. Akhirnya Qalandar Jalabi terbunuh dan pemberontakan pun lumpuh.
Ditumpasnya empat pemberontakan tersebut menandai masa stabil Daulah Utsmaniyah. Selanjutnya, Sultan Sulaiman Al Qanuni pun melakukan langkah ekspansi untuk memperluas dakwah.
Rhodesia saat itu merupakan wilayah sengketa yang dikuasai pasukan Kardinal Johannes. Mereka menghalangi jamaah haji dari arah Turki juga melakukan kejahatan di jalur transportasi laut. Sultan Sulaiman Al Qanuni pun mengambil langkah jihad membebaskan Rhodesia. Peperangan hebat terjadi, dan Rhodesia berhasil ditaklukkan ke wilayah Turki Utsmani pada pertengahan tahun 1522 M.
Hampir bersamaan dengan itu, Sultan Sulaiman Al Qanuni juga mengirim pasukan dalam jumlah besar ke Hungaria. Pasalnya, Raja Philadislave II berupaya merusak seluruh perjanjian dengan Daulah Utsmaniyah dan membunuh utusan Sultan. Hungaria pun dapat ditaklukkan pada tahun 1526 M.
Wilayah Daulah Utsmaniyah terus meluas pada masa Sulaiman Al Qanuni. Selain itu, Al Qanuni juga berhasil membangun aliansi dengan Perancis yang dinilai pakar sejarah sebagai salah satu kebijakan politik luar negeri yang monumental.
Selain menebarkan dakwah ke wilayah yang lebih luas, jasa terbesar Sultan Sulaiman adalah menyusun Undang-Undang modern berbasis nilai-nilai Syariat dan mengimplementasikan Undang-Undang itu secara teratur. Inilah yang membuatnya mendapat gelar Al Qanuni.
Melihat komitmennya pada dakwah dan syariat ini, sungguh penggambaran film King Suleiman terhadap dirinya sangatlah jauh. Tak heran jika umat Islam curiga bahwa film yang menggambarkan Sultan sebagai sosok yang angkuh, suka berganti-ganti pasangan dan dikelilingi wanita tak berjilbab, bahkan cenderung zalim merupakan film yang sengaja dilahirkan dalam rangka merusak citra daulah Islam.
Melihat daerah penaklukannya yang sangat luas ini, maka Sultan Sulaiman bisa dikatakan sebagai pemimpin besar dunia, kalau di Indonesia ada seorang Gajah Mada yang berhasil mempersatukan nusantara, hanya saja sampai sekarang jejak tentang Gajah Mada baik berupa makam maupun peninggalan lainnya belum ditemukan.
Tetapi jejak Sultan Sulaiman Al-Qanun bisa disaksikan di kawasan masjid Sulaimani ini.
Maka saya pun tak lupakan memanjatkan doa semoga Allah SWT memberikan pengampunan dan rahmadnya kepada Sultan Sulaiman Al-Qanun.
Setelah itu dengan berjalan kaki, saya pun pulang ke penginapan yang berada tidak jauh dari kawasan ini,*