Balikpapan, Penasatu.com – Permasalahan kinerja kontraktor Proyek Daerah Aliran Sungai (DAS) Ampal Balikpapan yang tanpa bisa dikontrol terus menjadi sorotan masyarakat.
Proyek mercusuar Pemkot Balikpapan yang digadang gadang akan menjadi solusi berkurangnya titik banjir dan dianggarkan dengan biaya ratusan miliar yang berasal dari APBD kota Balikpapan, atau tepatnya 136 Miliar rupiah rupanya belum seperti yang diharapakan.
Anggaran yang begitu besar dan merupakan uang rakyat ini justru menjadi beban para warga pemilik usaha dikawasan tersebut dan menjadi ancaman penyakit bagi warga masyarakat Balikpapan sebagai pengguna jalan waktu melintas saat beraktivitas sehari hari.
Saat ini bukan lagi masalah mutu atau lambatnya pengerjaan, tapi sudah masuk masalah kesehatan yang justru menyasar langsung kepada warga masyarakat Balikpapan khususnya pengguna kendaraan roda dua (sepeda motor,red). Jadi siapa yang bertanggung jawab?
Tidak adanya kepedulian, dari kontraktor atas debu yang sangat parah penyebarannya ini, justru juga dilegalkan Pemkot Balikpapan yang terlihat ikut latah tidak mau peduli dengan keadaan yang membuat kesehatan warganya terancam.
Pasalnya, dari pantauan media ini, tidak ada upaya pemerintah kota (Pemkot) Balikpapan melalui instansi terkait untuk mengatasi penyebaran debu yang sudah merusak lingkungan dan bisa menganggu kesehatan warga masyarakat ini.
Misal, dengan memaksa kontraktor untuk melaksanakan penyiraman atau instansi terkait yang melakukan penyiraman saat debu sudah memulai menghantui warga masyarakat Balikpapan yang beraktivitas melalui jalan tersebut.
Di musim kurang hujan saat ini, masyarakat dipaksa untuk menerima sebaran debu yang bisa menimbulkan penyakit pernafasan saat melewati jalan MT Haryono, tepatnya jalan yang saat ini menjadi kawasan kerja kontraktor terutama saat jam jam sibuk.
Bahkan Dewan yang terhormat (DPRD kota Balikpapan, red) tak bisa berbuat banyak akan hal ini. Sebagai wakil rakyat yang berfungsi dalam pengawasan, DPRD hanya bisa menegur dan menghimbau saat melakukan Sidak atau RDP, namun tak berpengaruh signifikan di lapangan.
Pasalnya, dari beberapa kali Sidak dan meminta kontraktor melakukan penghentian sementara, proyek ini terus melenggang tanpa memikirkan kesehatan warga masyarakat dan kebersihan lingkungan di sekitarnya.(EDS)