Keterangan Foto:
Wakil Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Borneo Tarakan (FKIP UBT), Ridwan membuka kegiatan Seminar dan Workshop Penyelenggaraan pendidikan dasar di wilayah terpencil Kalimantan Utara beberapa waktu lalu. FKIP UBT mempersiapkan penyelenggaraan pendidikan dasar di wilayah terpencil sebagai salah satu mata kuliah baru tahun akademik 2024/2025.
(Dokumentasi: FKIP UBT)
Tarakan, Penasatu.com – Universitas yang beroperasi di daerah 3T (Tertinggal, Terluar dan Terdepan), termasuk Universitas Borneo Tarakan perlu memikirkan strategi khusus untuk mempersiapkan calon guru yang akan bertugas di daerah terpencil.
Penyelenggaran pendidikan di wilayah-wilayah terpencil memiliki tantangan yang khas. Setiap daerah memiliki perbedaan geografis, budaya, keterbatasan akses komunikasi, kesulitan transportasi, masalah kesehatan dan tingkat kualitas pendidikan.
Guru yang akan ditugaskan daerah terpencil perlu dipersiapkan secara sistematis. “Persiapan itu sebaiknya dilakukan sejak calon guru belajar di bangku kuliah,” ujar Wakil Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Borneo Tarakan (FKIP UBT), Ridwan, Senin (30/10/2023).
Lebih lanjut Ridwan mengatakan, sebagai universitas penghasil calon guru terbesar di Kaltara, FKIP UBT menaruh perhatian besar untuk mempersiapkan calon guru yang akan ditugaskan ke daerah-daerah terpencil.
FKIP UBT menyadari 80 persen lulusannya diserap seluruh kabupaten dan kota yang ada di Kaltara yang masih memiliki banyak daerah terpencil. Calon guru perlu dipersiapkan secara serius agar mampu mengatasi tantangan di daerah tugasnya.
FKIP UBT mengupayakan persiapan calon guru itu dengan mengembangkan mata kuliah penyelenggaraan pendidikan dasar di daerah terpecil. “Target kami, calon guru lulusan FKIP UBT lebih siap menjadi guru yang berkualitas untuk digunakan di mana saja, termasuk di daerah terpencil,” tukasnya.
FKIP UBT serius dalam mempersiapkan mata kuliah Penyelenggaraan Pendidikan Di Daerah Terpecil. FKIP UBT bahkan meminta masukan pemerintah daerah dan guru-guru dari daerah terpencil untuk memperkaya konsep mata kuliah baru nantinya.
Kegiatan konsultasi itu diselengarakan dalam Seminar dan Workshop Penyelenggaraan pendidikan dasar di wilayah terpencil Kalimantan Utara yang digelar minggu lalu.
Ridwan menambahkan, pengembangan mata kuliah penyelenggaraan pendidikan dasar di wilayah terpencil datang di waktu yang tepat. Setiap lima tahun, FKIP UBT mereviu kurikulum yang digunakan untuk mempersiapkan calon guru. Revisi kurikulum terakhir kali dilakukan pada 2018. Sehingga rencana memasukkan penyelenggaraan pendidikan dasar di wilayah terpencil ke dalam kurikulum sudah sesuai dengan jadwal.
“Saat ini 6 jurusan di FKIP sedang melakukan kajian untuk memperbaharui kurikulum yang sedang berjalan. Hasil reviu ini akan mulai digunakan pada semester ganjil tahun akademik 2024/2025,” terangnya.
Pengembangan mata kuliah baru yang relevan dengan kebutuhan daerah merupakan bagian dari visi dan misi UBT.
UBT senantiasa berupaya menjadi pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi berbasis riset untuk mendukung pembangunan dan pengembangan potensi kawasan perbatasan dan sumber daya laut tropis yang berkelanjutan.
“UBT menempatkan daerah perbatasan yang umumnya berada di daerah terpencil, sebagai salah satu fokus pengembangan,” tambahnya.
Tantangan Daerah Terpencil
Asis Bin Wahid, Guru SDN 008 Mentarang Hulu, Kabupaten Malinau mengatakan, sekolah menjadi satu-satunya wadah belajar di daerah terpencil.
Selain itu, banyak siswa yang tidak memiliki keterampilan literasi dan numerasi. Sekalipun siswa itu sudah berada di kelas tinggi (kelas 4-6 SD), namun banyak diantara mereka tidak mampu memahami makna yang dibaca.
Akhirnya anak-anak ini tidak bisa menguasai pengetahuan yang diajarkan oleh guru.
Apa yang disampaikan oleh Asis sesuai dengan temuan awal Studi Cepat Peningkatan Kapasitas Guru Daerah Terpencil di Kabupaten Malinau.
Studi yang dilakukan Pemerintah Daerah (Pemkab) Malinau dengan dukungan Program Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI) mengambil sampel 2 SD di Kecamatan Malinau Selatan Hilir pada 2021.
Hasil studi menunjukkan masih ada siswa kelas 4 dan 6 SD yang tidak lulus kompetensi literasi dasar yaitu mengenal kata, suku kata, dan kata.
Secara lebih spesifik, sebanyak 75 persen siswa kelas awal (1-3 SD) dan 18 persen siswa kelas tinggi (4-6 SD) tidak lulus kompetensi literasi dasar. INOVASI adalah program kemitraan pendidikan antara Australia dan Indonesia.
Lebih lanjut Asis mengatakan, menghadapi tantangan pendidikan di daerah terpencil guru harus lebih fleksibel dalam menggunakan kurikulum.
Orientasi pembelajaran tidak boleh hanya untuk menyelesaikan materi kurikulum semata. Tetapi harus benar-benar ditujukan untuk membantu siswa menguasai kompetensi esensial yaitu literasi, numerasi, dan karakter.
Ketiga materi ini merupakan pondasi belajar yang harus dimiliki siswa agar mampu menguasai pengetahuan dan keterampilan di jenjang pendidikan selanjutnya.
Itu sebabnya guru di daerah terpencil harus dibekali dengan kemampuan mengajarkan literasi, numerasi dan karakter yang baik. Agar mampu mengajarkan literasi, numerasi dan karakter dengan baik, calon guru harus mampu melakuan asesmen diagnostik dan mengembangkan pembelajaran berdiferensiasi.
Dengan kedua kemampuan itu, guru dapat mendesain materi belajar yang sesuai dengan kemampuan siswa. Metode pembelajaran yang menggunakan asesmen diagnostik, pembelajaran berdiferensiasi, dan penyederhanaan kurikulum merupakan faktor-faktor kunci ini menjadi karakteristik dan prinsip utama dalam Kurikulum Merdeka.
”Calon guru perlu diperkenalkan dan dilatih dengan keterampilan ini sejak mereka berada di universitas,” terangnya.
Thomas Wellinson, Sekretaris Dinas Pendidikan Malinau mengatakan, Pemkab Malinau menempatkan upaya untuk memberikan layanan pendidikan yang berkualitas dan merata sebagai salah satu program prioritas.
Salah satu komponen penting dalam program prioritas itu adalah meningkatkan kualitas guru. Ada dua kebijakan dan strategi yang dilakukan Pemkab Malinau untuk meningkatkan kualitas guru di wilayah terpencil.
Pertama, membentuk fasilitator daerah dan fasilitator gugus pada satuan pendidikan masing-masing yang menjadi motor penggerak komunitas belajar.
Kedua, berkaloborasi dengan mitra pembangunan, BPMP dan BGP dalam meningkatkan kualitas pendidikan di wilayah terpencil melalui berbagai pelatihan, pendampingan, workshop, dan kegiatan lainnya.
Kebijakan tersebut juga dilakukan untuk sekolah-sekolah di wilayah terpencil yang jumlahnya cukup banyak di Kabupaten Malinau. (*)