Pelantikan Pejabat Selalu Lancar, Pengadaan Air Bersih Tersendat

0
330

Oleh, Silverter Jhoni.

Reporter : Alfonsius Andi

Penasatu.com-Manggarai Barat.NTT– Harus diakui bahwa untuk urusan pengangkatan, penempatan, pengukuhan atau pelantikan birokrat dalam perusahaan di Kabupaten Manggarai Bara (Mabar) layak mendapat apresiasi. Karena di Pemkab Mabar tidak pernah ‘kekuarangan stok birokrat’.

Seperti pada acara seremoni pengukuhan atau pelantikan Direktur. perusahaan Air Minum (PAM) Mabar, Selasa (15/9/20) lalu.

Bupati Mabar melantik kembali Aurelius Endo menjabat sebagai Direktur PAM Mabar, acara pelantikan berjalan lancar tanpa hambatan.

Tetapi, ironisnya peristiwa pengangkatan dan pelantikan pejabat dalam lingkup PAM tidak berbanding lurus dengan teratasinya krisis air bersih di Labuan Bajo dan sekitarnya. Karena dari Direktur ke direktur, Bupati ke bupati, Labuan Bajo tetap dililit problem kekurangan air bersih.

pertanyaannya, untuk apa sebenarnya direktur bersama stafnya dipilih dan dilantik? Apakah pengangkatan dan pengukuhan itu hanya sekadar memenuhi aspek teknis-administratip semata?

Artinya, aktivitas seremonial semacam itu menjadi adat birokrasi yang secara rutin dibuat dalam setiap periode kepemimpinan. Mereka hanya bertugas untuk mengurus hal-hal teknis administratif di Kantor. Sedangkan, perkara pengadaan atau upaya mencari solusi terhadap isu air bersih bukan menjadi tanggung jawab moral-politis dari para pejabat itu.

Usia Kabupaten Mabar ini sudah hampir 18 tahun. Secara logis, problem air minum bersih itu bukan hal yang sulit untuk diatasi jika para pemimpin politik kita punya kepedulian atau kemauan politik yang otentik . Tetapi, entah mengapa isu air minum bersih ini kurang mendapat porsi perhatian yang serius.

Padahal, hampir semua prasyarat dan kapital politik dipunyai oleh para pemimpin itu. Sayangnya, semua potensi politik itu tidak dioptimalisasi secara kreatif untuk melayani kepentingan publik yang paling elementer seperti air minum bersih. Pertanyaan lanjutannya adalah siapa sebenarnya yang paling bertanggung jawab untuk mengatasi krisis air minum bersih ini? Apakah bupati dan para birokrat yang bekerja di kantor PAM tak punya kemampuan politik sehingga isu itu tidak pernah diurus secara tuntas?

Kontestasi Pilkada 2020 sedang memasuki tahap ‘penetapan calon’. Namun, sampai detik ini, minimal dari pemberitaan di media, belum ada pasangan calon (paslon) yang secara serius mengelaborasi isu ini dalam keseluruhan narasi politik mereka. Kita tidak pernah mendengar dan membaca ada paslon yang secara eksplisit memberikan semacam optimisme dan garansi bahwa mereka akan tampil sebagai ‘solutor’, pembawa solusi yang terlihat dalam penjabaran strategi dan program politik yang rasional dan terukur.

Saya berpikir, tak ada gunanya para paslon dan para calo politik mengusung isu besar dalam Pilkada ini, jika hal-hal konkret seperti krisis air, sampah, dan problem ternak berkeliaran, semakin terpinggirkan.

Mengapa? Jika perkara kecil saja relatif kesulitan untuk ditangani, bagaimana mungkin mereka secara meyakinkan bisa merealisasikan sekian banyak perkara besar yang tersaji dalam ‘kontrak politik’ mereka.

Kita tidak sedang mencari Bupati-wakil bupati yang hanya mampu mengangkat dan melantik pejabat dalam lingkungan PAM semata. Kita membutuhkan pemimpin yang bisa ‘menularkan spirit positif’ bagi para birokrat untuk bekerja secara total dan profesional dalam memenuhi kebutuhan vital publik, seperti air minum bersih.

Karena itu, Pilkada mesti menjadi momentum strategis untuk ‘menghakimi kandidat bupati’ yang terlampau berkonsentrasi pada ‘tata adat birokrasi’ semata, tanpa berdampak signifikan bagi perbaikan pelayanan kesejahteraan publik. Sudah saatnya publik Mabar meminta bahkan mendesak para paslon untuk ‘membuat semacam’ perjanjian politik yang tegas bahwa jika mereka gagal mengatasi krisis air minum bersih dalam tempo satu tahun kepemimpinan, maka publik ‘berhak’ mengusir mereka dari posisi politik prestisius itu.

Akhirnya, kita berharap bahwa peristiwa pengukuhan direktur PAM Mabar ini menjadi ‘pelecut gairah’ untuk mengerahkan potensi terbaik para birokrat dalam tubuh PAM mengatasi isu kriris air minum bersih ini. Mereka ditempatkan di kantor itu bukan semata-mata untuk mengurus hal-hal administratif saja, tetapi juga berpikir dan bertindak secara konkret dan profesional agar air mengalir lancar dalam setiap dapur warga di Labuan Bajo dan sekitarnya.

Labuan Bajo sudah didandani menjadi ‘destinasi wisata super premium’. Seharusnya, pelayanan air bersih untuk warga kota pun, bertaraf super premium juga. Tentu, sebuah hal yang kontraproduktif jika label wisata super premium itu tidak ditopang dengan persediaan air minum bersih yang memadai.*

editor : penasatu.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here