Opini: Sebelum Melakukan Advokasi PMKRI Ruteng Mesti Bedah Kasus Secara Cermat

0
367

Penulis : Plasidus Asis Deornay, S.H Ketua Komodo Lawyers Club.

Manggarai Barat, Penasatu.com– Sejak awal saya mengamati saja polemik dari kasus penganiyaan seseorang yang diduga telah dianiaya oleh oknum Polres Mabar dan seorang oknum tentara.

Dari kasus tersebut saya menemukan benang merahnya. Bahwa yang terjadi sesungguhnya bukan penganiyaan. Tetapi korban melakukan perlawanan saat polisi dan tentara hendak mengamankannya.

Awal dari kasus ini, korban melakukan pemukulan terhadap seorang anak karena membunyikan mesin motornya sangat keras di depan rumahnya. Akibat dari peristiwa itu pelaku melarikan diri. Pada saat yang sama keluarga dari seorang anak yang dianiaya itu mencari pelaku. Polisi dan tentara yang mengetahui peristiwa itu langsung bergerak mencari pelaku untuk diamankan dengan maksud agar tidak dihakimi massa. Pelaku diketahui bersembunyi di kebun miliknya.

Saat hendak diamankan pelaku justru tidak terima untuk diamankan. Pelaku kemudian melakukan perlawanan kepada petugas. Disaat itulah petugas mengambil tindakan tegas untuk kemudian digiring ke Polsek terdekat.

Beda Kasus”Ada Sebab Ada Akibat.

Dari kasus ini saya tidak menemukan aparat melakukan penganiyaan, Coba anda bedah peristiwanya.

Satu sisi dia adalah pelaku penganiyaan sebelum aparat mengambil tindakan tegas, Satu sisi dikabarkan pelaku tersebut adalah korban penganiyaan aparat. Apakah tindakan tegas aparat saat itu bertentangan dengan hukum? Undang-undang membolehkannya. Baca Pasal 45 Perkapolri 8/2009, yaitu:

a. tindakan dan cara-cara tanpa kekerasan harus diusahakan terlebih dahulu;

“Analisis saya tentang huruf a inui adalah sebelum mengambil tindakan tegas yang ke depankan adalah negosiasi atau komunikasi yang baik Apalagi jika semisalkan dia tidak melawan petugas saat hendak diamankan. Yang diutamakan adalah keselamatan pelaku dari amukan massa”

b. tindakan keras hanya diterapkan bila sangat diperlukan.

“Analisis saya tentang ayat ini: Dalam praktek aparat bisa saja melakukan tindakan kekerasan saat yang bersangkutan ingin melakukan perlawanan kepada petugas. Hal ini justru UU menjamin aparat juga. Dengan tujuan adalah mengamankan pelaku kejahatan. Milih mana, dikeroyok massa bisa menyebabkan mati dll?”

c. Tindakan keras hanya diterapkan untuk tujuan penegakan hukum yang sah..

Dari kronologis peristiwa ini saya melihat apa yang dilakukan aparat penegak hukum sudah sesuai protap. Tidak benar jika mereka dianggap melakukan penganiyaan.

Dari data yang saya peroleh juga, korban dan/atau pelaku ini sering melakukan beberapa tindakan yang meresahkan warga yang lainnya. Hanya sayang, kali ini dia terantuk batu yang dibuatnya sendiri.

Sekali lagi ini bukan soal saya membela aparat polisi dan tentara.
Tetapi kita mesti membedah kasus secara cermat dan proporsional.
Semua data harus berimbang. Ini bukan tentang siapa yang paling benar, tetapi ini data yang sebenarnya. Sikap dan tutur kata yang serta.merta apalagi terlanjur telah membuat kesimpulan tanpa keputusan inkrach dari pengadilan, adalah juga sebuah cara-cara melawan hukum.

Mari kita saling memaafkan. Tidak baik soal ini kita besar-besarkan. Jaga nama PMKRI, Jaga nama baik Polisi dan Tentara kita. (*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here